HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN
HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Historiografi
Dosen Pengampu: Danar
Widiyanta, M. Hum
Disusun Oleh:
KELOMPOK 5
1.
Didin Harianto (09406244001)
2.
Farah Ken Cintawati (09406244002)
3.
Ageng Sanjaya (09406244006)
4.
Titin Endrayani (09406244023)
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamualikum wr.wb.
Puji syukur kami
panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
baik.
Tulisan ini disusun
oleh tim penulis selain sebagai tindak lanjut melaksanakan tugas mata kuliah Historiografi juga sebagai
pembantu kita dalam memahami materi yang
akan kami uraikan yaitu Historiografi
Eropa pada Abad Pertengahan.
Dalam penyusunan
tugas ini, kami menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun. Semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum
wr.wb.
Yogyakarta,
12 Maret 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Historiografi adalah sebuah
kata yang berasal dari bahasa latin history, historia, yang berarti sejarah, bukti, bijaksana dan graaf.
Sedangkan pengertian harfiah
historiografi adalah tulisan tentang sejarah. Namun, historiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari
hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah dari generasi ke generasi, dari
jaman ke jaman. Ada yang mengatakan bahwa historiografi
adalah sejarah dari sejarah. Dengan ilmu
historiografi akan dibahas hasil-hasil dari penulisan sejarah, dari sejak
manusia menghasilkan suatu karya sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya,
seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan sebagainya sampai pada karya sejarah
modern.[1]
Karya sejarah yang akan dipelajari dalam historiografi
adalah sejak manusia menghasilkan karya
sejarah bagaimanapun sederhananya. Dalam masyarakat yang masih sangat sederhana
atau tradisional misalnya, bahwa historiografi itu merupakan ekspresi cultural
dan pantulan dari keprihatinan dari suatu kelompok social yang menghasilkannya.
Historiografi itu tidak dalam bentuk tulisan, akan tetapi masih
dalam bentuk karya sastra lesan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Selanjutnya dalam masyarakat
yang sudah sedikit lebih maju, dimana historiografi telah dihasilkan oleh para
literati (pujangga), dan dijaga pelihara oleh para penguasa, biasanya mempunyai
fungsi untuk meneguhkan suatu dinasti atau memperkuat legitimasi serta
mempertahankan dasar nilai yang menjadi sandaran ideologis dari kekuasaan.
Historiografi semacam ini biasanya berbentuk karya sastra dengan berbagai
ragamnya. misalnya Babad Tanah Jawi, Ramayana,
atau Maha Barata. Bagi para sejarawan masa kini akan mengalami kesulitan
untuk bisa memperoleh informasi daripadanya. Historiografi semacam ini juga
bisa berbentuk rekaman tentang berbagai peristiwa yang dianggap penting untuk
dicatat, kemudian bisa dipergunakan atau
dijadikan pelajaran mengenai perilaku dan moral yang sah. Contoh yang menonjol
tentang hal itu adalah historiografi tradisional Tiongkok, yang memang
mempunyai tradisi mencatat peristiwa-peristiwa penting, baik
peristiwa-peristiwa pada masa suatu dinasti masih berkuasa maupun
dinasti-dinasti yang mendahuluinya. Hal yang sama juga dapat diketahui dalam
tradisi Islam dengan bentuk catatan yang disebut dengan istilah ‘tarikh’.
Historiografi semacam ini sudah bersifat faktual, karena apa yang disajikan
atau ditulis sudah merupakan catatan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di
masa lampau.
Penulisan sejarah di Eropa pada abad petengahan diwarnai hal-hal yang bersifat
keagamaan. Sampai abad ke sebelas masehi, penulisan sejarah banyak dipengaruhi
oleh pandangan sejarah Agustinus (354-430 M), menurutnya eksistensi benda-benda termasuk
manusia diciptakan sesuai dengan jiwa keabadian Tuhan. Di masa ini banyak
sekali lahir sejarawan yang mempunyai pandangan sejarah seperti itu, sebagai
akibat dominasi gereja seluruh aspek kehidupan manusia pada saat itu. Dalam pemilihan judul Historiografi Eropa pada
abad pertengahan ini selain sebagai tugas mata kuliah Historiografi juga karena
kami dari tim penyusun makalah tertarik untuk mengetahui sejarah historiografi
Eropa pada abad pertengahan yang penulisanya berpusat di gereja dan negara,
dengan pendeta dan raja sebagai pelaku utama.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Yang melatar belakanggi munculnya
historiografi pada abad pertengahan di eropa?
2. Siapa tokoh sejarahwan yang ada pada masa Eropa
abad pertengahan ini?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui awal mulanya di mulai
historiografi Eropa pada abad pertengahan.
2. Untuk mengetahui tokoh sejarahwan dan hasil
karyanya yang hidup pada masa Eropa abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Historiografi
Eropa Pada Abad Pertengahan
Sejarah Eropah Barat Abad Pertengahan ditandai dengan berakhirnya
kerajaan Romawi, sebagai akibat terjadinya perpindahan bangsa-bangsa sejak abad V di
Eropa oleh karena desakan suku-suku Mongolia di Asia tengah, khususnya suku Huns.[2]
Salah satu penyebab utama perpindahan bangsa itu adalah iklim atau cuaca di
Asia Tengah yang mengalami musim kering dan panas berkepanjangan. Akibatnya adalah semakin
menipis atau langkanya sumber dan bahan pangan penopang kehidupan, sehingga para suku pengembara di
wilayah itu mengalami kesulitan yang besar untuk bisa mempertahankan hidup mereka.
Salah satu suku terpenting yang mendiami Asia Tengah adalah suku
Mongol, yang pada abad IV mulai meninggalkan wilayah mereka menuju Tiongkok
Utara, dan bahkan pada tahun 308 –352 berhasil mendirikan kerajaan Siung-Nu. Namun demikian suku Mongol ini
kemudian dihalau oleh suku Toba We, yang
oleh karena itu mereka mulai bergerak untuk mengembara lagi menuju India dan
bahkan ke Eropa Barat. Di India Suku Mongol melakukan penyerangan terhadap
kerajaan Gupta, kemudian juga bergerak menyerbu Raiput di India Utara, dan
bahkan menetap di wilayah itu.
Berbeda dengan arah gerakan suku Mongol, maka suku Huns bergerak
mengembara menuju ke arah Barat dan bahkan sampai ke Eropa Barat, yang
kronologisnya secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pertama-tama mereka menyerang Persia terutama atas kerajaan
Sasanid.
b. Dari Persia mereka bergerak ke Eropa Timur
melalui Kaspia kemudian menyusuri sungai Donau dan menguasai daerah di
sekitarnya khususnya Hongaria, dan pada tahun berhasil mennuju 375 ke Rusia
selatan dan akhirnya ke Eropa Barat.
c. Di Rusia selatan mengusir suku Goth barat
di dekat sungai Dajepr dan Goth Timur di sebelah barat laut Hitam. Sebagai
akibatnya suku Goth Barat masuk wilayah Romawi di sekitar Donau, sedangkan suku Goth Timur masuk ke
Itali.
d. Suku Hans ini selanjutnya bergerak menuju
Hongaria dan mengusir suku Germania dan suku-suku lainnya. Sebagai
akibat desakan suku Huns maka suku
Germania terpaksa menyingkir dari Hongaria dan akhirnya bergerak menuju wilayah
Romawi. Masa inilah yang , merupakan awal dari kemunduran dan kemudian diikiuti dengan masa keruntuhan kekaisaran Romawi.
Gerakan dan serangan suku Huns
khususnya ke Eropa Timur mengakibatkan
terdesaknya suku-suku setempat yaitu suku Germania yang
terpaksa bergerak atau menyingkir ke Eropa barat yang merupakan wilayah
kekaisaran Romawi. Orang dari suku Goth Barat yang bergerak memasuki
wilayah Romawi banyak mengalami penindasan oleh orang Romawi yang menganggap
mereka sebagai suku pendatang dan sebaliknya menganggap dan merasa diri mereka
sebagai penduduk pribumi. Sebagai akibatnya sering terjadi pemberontakan yang
tentu saja dibalas dengan penindasan. Salah seorang pemimpin suku Goth Barat
yang menggerakkan pemberontakan di Romawi adalah Aleric yang berlangsung silih
berganti antara pemberontakan dan penindasan selama tahun 395-410. Di Yunani
mereka dihalau oleh kaisar Yunani yaitu Arcadius, bahkan kaisar mengirim para pasukan untuk menyerang Italia, sehingga pada 410 Roma berhasil dikuasai.
Sebagai akibatnya orang Goth ini bergerak lagi ke daerah lain yaitu di Galia
Selatan dan Spanyol Utara. Namun demikian gelombang migrasi suku Germania yang
bergerak memasuki wilayah kekaisaran Romawi ini terus berlangsung, bahkan juga
suku germania lainnya yang terkemuka yaitu suku Vandal, Bourgondia, Franka,
Alamanni, dan Lombard.
Khusus suku Vandal yang sangat
terkenal karena keberingasannya, setelah terusir dari roma pada 410 mereka bergerak menuju Spanyol di bawah seorang pimpinannya yang bernama
Genserik. Dari Spanyol Selatan suku Vandal ini pada tahun 429 menyerbu Afrika
dan bakan berhasil merebut dan menduduki Cartago. Nampaknya dari Afrika Utara
ini suku Vandal bertujuan untuk melampiaskan dendamnya terhadap Roma yang telah
mengusirnya. Hal ini terbukti dari serangan mereka terhadap Itali pada tahun
455, yang dilanjutkan dengan membakar habis kota Roma. Sesudah itu disamping
menetapp di Afrika, mereka juga menetap endiami Sardinia dan Corsica.
Untuk suku Germania yang lain
yaitu Bourgondia dan Franka, bersama-sama dengan suku Goth Barat dan Alamanni
menetap di Galia. Di tempat ini mereka masih mendapat gangguan serangan dari
suku Huns yang menetap di Honggaria dibawah pimppinan Attila. Namun demikin
dengan meninggalnya Attila pada tahun 453 pada waktu menyerang Galia, maka suku
Huns menetap untuk selamanya di Hongaria dan tidak melakukan serangan lagi
terhadap suku germania. Di Britania (Inggris) berdatangan suku Germania lainnya
yaitu Angeli, Sax dan Yut, yang sebelumnya menduduki daerah di sekitar Elbe dan
Den Marck.
Dalam perkembangannya, suku Germania yang
berdatangan ke wilayah Romawi itu ternyata secara lambat laun mengurangi
wilayah kekuasaan Romawi, karena pemerintah di Roma yang mulai lemah tidak
mampu menghalau serangan suku Germania tersebut. Bahkan banyak orang-orang dari suku Germania yang dijadikan tentara kekaisaran
Romawi dengan pertimbangan mereka itu
memiliki kelebihan dalam hal militer atau perang. Namun demikian orang2
Germania ini berkembang seperti benalu di Romawi bahkan walalupun secara
berangsur-angsur dan lama mereka berhasil menguasai Romawi. Hal ini terjadi
pada masa pemerintahan Kaisar Romulus Agustulus yang pada tahun 476 disingkirkan
dari tahtanya oleh orang-orang suku Germania dibawah pimpinan Odovaker.
Bahkan Odovaker mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Germania yang
berkedudukan di Italia. Peristiwa tersebut merupakan akhir dari
pemerintahan kekaisaran Romawi Barat.
Dalam hal perkembangan
historiografi, apabila pada jaman Yunani kuno pusat perkembangan dan penulisan
sejarah Barat masih berpusat di sekitar laut Tengah, namun demikian dengan pembagian kekaisaran
Romawi (Romawi Barat dan Romawi Timur), yang diikuti dengan menghilangnya
sebagian wilayah dari Romawi Barat yang digantikan oleh kerajaan-kerajaan
Germania, maka terjadi konstelasi baru penulisan sejarah Barat, baik dari
sisi geografis, politis maupun
intelektualnya. Dari sisi geografis konstelasi itu berpindah dari sekitar Laut
Tengah ke Itali. Dari sisi politis muncul pusat kekuasaan-kekuasaan baru, yaitu
orang-orang suku Germania menduduki dan bermukim di Itali, yaitu Goth Timur
(Ostrogoten), Langobardia. Di kepulauan
Iberia terdapat suku Git Visi (visigoten = Barat), suku Vandal. Di Gallia
adalah suku Franka, Burgondia, sedangkan di Inggris adalah suku-suku Saksen dan
Angelo.[3]
Kebudayaan Yunani dan Romawi yang bersifat paganisme dan bertumpu pada
kekuatan akal dianggap hasil setan dan ditolak, digantikan oleh kebudayaan
Kristen yang bertumpu pada agama dan supernaturalisme.[4] Jaman Abad Pertengahan Eropa juga lazim
disebut dengan istilah “abad gelap dan juga
“abad kebodohan”.Istilah itu mempunyai konotasi bahwa masyarakat pada
masa itu berada dalam kegelapan atau kebodohan. Istilah abad gelap atau
kebodohan itu sesunguhnya diberikan oleh
kaum rasionalis Eropa abad 18, yang tela mengalami abad pencerahan, Enlightement atau Aufklarung. Mereka ini
memandang masyarakat abad pertengahan
(8-13) berdasarkan sudut pandang atau perspektif mereka sebagai manusia rasionalis. Sebaliknya
bertolak belakang dengan mereka,
masyarakat abad pertengahan yang peranan rasionya tidak menonjol dan kurang berperan dalam
perkembangan kebudayaan manusia, sehingga kebudayaannya tidak berkembang
(rendah) atau mengalami keterbelakangan dan kebodohan. Keadaan kebudayaan
semacam itu tentu saja juga dipengaruhi oleh “jiwa jaman” yang bisa diketahui
dari pandangan dunia (hidup) dari masyarakat Abad Pertengahan yaitu:
1. Theosentrisme, yaitu pandangan hidup yang
berpusat pada Tuhan, dalam arti bahwa kehidupan manusia itu berpusat pada
Tuhan, dan Tuhanlah yang mengatur hidup manusia baik per individu maupun
masyarakat. Dalam hal ini Tuhan uga ber peran mengatur sejarah manusia.
2. Providensi, yaitu pandangan hidup yang
mengangap bahwa segala sesuatu di dunia dan seisinya ini berjalan menurut
brencana Tuhan (God Plan). Sengsara merupakan peringatan terhadap manusia.
Faktor Tuhan selalu dikaitkan dengan segala hal, demikian juga sejarah selalu
dikembalikan kepada Tuhan.
3. Yenseitigheit, yaitu pandangan hidup yang
mementingkan kehidupan di alasm baka atau akhirat. Atinya yang terpenting dalam
hidup ini adalah untuk mempersiapkan diri demi kehidupan di dunia (alam) baka.
Demikianlah bisa dikatakan bahwa jiwa jaman masyarakat Abad Pertengahan adalah
bersifat spiritual. Penulisan sejarah
di Eropa pada Zaman Pertengahann mempunyai dua pusat, yaitu gereja dan negara,
dengan pendeta dan raja sebagai pelaku utama.[5] Dalam hal ini semua kehidupan masyarakat
bersumber dan berpedoman pada ajaran agama (Kristen). Dalam bidang
historiografi dan filsafat sejarah pada waktu itu terjadi kesimpangsiuran,
karena historiografi Abad Pertengahan di pengaruhi oleh agama, sedangkan
filsafat sejarah ditandai oleh jiwa agama. Oleh karena itulah karya sejarah
yang dihasilkan pada waktu itu pada umumnya berupa sejarah agama, sejarah
orang-orang suci, sejarah penciptaan dan sebagainya.
B. Para Sejarawan Abad Pertengahan
Salah seorang sejarawan
yang terkenal masa itu adalah Cassiodorus, seorang pegawai tinggi dari istana
kaisar suku Goth Timur yaitu Theodorik. Akan tetapi ia sendiri adalah orang
Romawi katolik yang dipekerjakan oleh raja Goth. Ia sesunguhnya keturunan orang
Siria, akan tetapi sudah sejak lama nenek moyangnya bekerja sebagai pejabat
tinggi pada kekaisaran Romawi. Ia juga pernah belajar pada sekolah “artes
liberals (seni yang bebas, yaitu retorica, gramatika dan dialektika). Seperti
kebiasaan nenek moyangnya yaitu pejabat yang juga menjadi sejarawan, ia juga
menjadi sejarahwan. Buku pertamanya adalah Chronika, yang merupakan buku
asal-usul politik dari putra mahkota Kaisar Goth Timur sebelum tahun 519. Oleh
karena mempunyai pandangan atau misi politik, maka tidak dilaporkan mengenai
kelahiran Kristus dan kejatuhan dari kekaisaran Romawi Barat.[6]
Setelah tidak menjadi
pejabat tinggi sehubungan dengan pengambialihan Italia oleh kaisar Yustnianus,
Cassiodorus masih menulis suatu karya lagi yang merupakan atau berasal dari surat-surat resmi yang sangat banyak ketika
masih menjadi pejabat Karyanya itu
diberi judul Variae, yang bisa dianggap sebagai terbitan sumber-sumber sejarah tertua. Ketika itu ia juga mengalami
penyadaran agama (masuk agama Kristen), dan sesudah itu terutama sibuk dengan
kebudayaan. Selama lebih dari seperempat abad, walaupun ia sendiri bukan
seorang biara, ia mempelajari Injil, sejarah para murid Yesus dan para penulis2
antik. Hasil dari studinya disusun dalam suatu karangan yang berjudul Institutiones.
Dalam edisi bahasa Latin karyanya terkenakl dengan nama historia
exclesiastica of Historia tripatita, yang tidak lain adalah sejarah gereja.
Cassiodorus juga bergaul
dengan ahli arsip paus, chronoloog dan ahli hukum agama (canonist) Dionysius
Exiguus. Walaupun bukan seorang sejarawan Dionysius menulis karya dogmatis,
gereja dan hagiografis (tentang orang2 suci)..
Disamping itu ia juga ikut ambil bagian dalam diskusi Liber de Paschate,
yaitu mengenai Paasdatuum dan ia memasukkan penanggalan Kristen, yaitu
penghitungan tahun sejak kelahiran Yesus (“Anno Incanationis” atau “Anno
Domini” yang disingkat A.D.).Walaupun Dionysius telah membuat kesalahan dengan menempatkan
kelahiran Kristus terlamsbat 3 – 7 tahun (Kristus sesungguhnya telah dilahirkan
beberapa tahun 1 Kristus/ Masehi), namun demikian secara lambat laun dalam Abad
Tengah hal itu diterima saja.
Di istana Paus juga
dilakukan penulisan mengenai biografi para Paus yang dikenal dengan istilah Liber
pontificalis (buku paus). Dengan judul itu maka pada 1886-1892 penulisan
sejarah pemerintahan para paus juga dibuat / dilanjutkan oleh ahli sejarah
gereja Perancis yaitu Louis Duchesne
(+1922), yaitu sejak tahun 500 sampai kematian Paus van Martinus V (+ 496().
Demikian juga di Roma oleh Paus Gregorius
Agung (540-604) juga ditulis
sejarah para orang suci (hagiografi) sebagai tradisi yang sudah kuna, yaitu Dialogi de vita en miraculis patrum
italicarum (dialog mengenai kehidupan dan keajaiban/ mujijat para orang suci
atau santo Italia).
Salah seorang sejarawan yang sekaligus sebagai
filosof gereja pada jaman Romawi yang terkenal adalah Aurelius Agustinus (345 –
430). Ia diangkat menjadi pendeta gereja Romawi di Afrika Utara tahun 391 dan
menjadi bishop tahun 395. Ia telah belajar pada pendidikan klasik Romawi dan
menajdi professor dalam bidang retorika. Namun demikian ajarannya lebih
terkenal pada abad pertengahan, sehingga ia uga lazim disebut sebagai sejarawan
Abad Tengah. Dalam filsafat agamanya ia menyatakan bahwa “kebenaran wahyu itu
diatas (mengatasi) pemikiran akal budi. Dia juga menyatakan bahwa harus ada
saling pengertian antara akal da kepercayaan, dan sedapat mungkin akal itu
meneguhkan kepercayaan.
Salah satu
karya yang termasyur dari Agustinus adalah “De Civitate Dei” (kotanya
Tuhan) yang terdiri 22 jilid ditullis pada tahun 412-426. Karya itu
sesungguhnya sehubungan dengan pernyataan2 orang2 kafir/ penyembah berhala,
ketika pendudukan Roma oleh Alerik (410) mengakibatkan penerimaan
agama Kristen menjadi agama negara. Secara lebih umum buku itu merupakan
karangan diskusi antara orang-orang Kristen dengan orang Kafir penyembah
berhala mengenai peranan Tuhan atau dewa-dewa meraka dalam
penyerangan orang German dan bencana-bencana yang menimpa Roma. Agustinus memulai dari “pertahanan dari kota itu (kota
Tuhan) terhadap semua orang yang menempatkan dewa mereka diatas Yang Maha
Pencipta.” Dalam 10 buku yang pertma ia memberika jawaban kepada musuh-musuh dari kota suci, dan ia menunjukkan ketidakberdayaan social dan
kejiwaan dari agama penyembah berhala
itu. Sejarah Romawi menujukkan bahwa agama kafir itu tidak menjamin Kekaisaran
bebas dari bencana. Kebesaran Romawi datang dari Satu Tuhan
Yang benar
Karya Agustinus yang lain antara lain
“Confessiones” (pengakuan hidupnya), “Doktrin Cristina” (ajaran Kristen) dan
“Catechizandis Rudibud (pengajaran agama kepada yang tidak tahu). Karyanya yang berjudul De Civitate Dei sesungguhnya merupakan apologi
(pembelaan) sehubungan adanya tuduhan orang-orang kafir yang mengatakan bahwa
kehancuran Romawi disebabkan oleh orang-orang Kristen yang tidak menyembah para Dewa, sehingga
dihukum oleh Dewa. Ia juga menolak skeptisisme da ajaran Plato mengenai Jiwa
yang dipenjarakan dalam tubuh. Menurutnya Tuhan mencipta azas-azas yang umum
dari jiwa. Disamping itu bahwa pada saat dicipta jiwa sudah mempunyai
pengetahuan, hanya saja nantinya akan terus dibangun dari pengalaman hidup yang konkrit. Jiwa manusia bukanlah merupakan emanasi dari
Tuhan, akan etapi dicipta oleh Tuhan atas dasar kemauan yang bebas dari
Tuhan.[7]
Beberapa karya Agustinus antara lain “De Civitate
Dei” (kotanya Tuhan), “Confessiones” (pengakuan hidupnya), “Doktrin Cristina”
(ajaran Kristen) dan “Catechizandis Rudibud (pengajaran agama kepada yang tidak
tahu). Karyanya yang berjudul De Civitate Dei sesungguhnya merupakan apologi
(pembelaan) sehubungan adanya tuduhan orang-orang kafir yang mengatakan bahwa
kehancuran Romawi disebabkan oleh orang-orang Kristen yang tidak menyembah para Dewa, sehingga
dihukum oleh Dewa. Ia juga menolak skeptisisme da ajaran Plato mengenai Jiwa
yang dipenjarakan dalam tubuh. Menurutnya Tuhan mencipta azas-azas yang umum
dari jiwa. Disamping itu bahwa pada saat dicipta jiwa sudah mempunyai
pengetahuan, hanya saja nantinya akan terus dibangun daripengalaman hidup yang
konkrit. Jiwa manusia bukanlah merupakan emanasi dari Tuhan, akan etapi dicipta
oleh uhan atas dasar kemauan yang bebas dari Tuhan.
Gregory menulis “History of the Franks” yang menceritkan sejarah dunia
sejak zaman kuno sampai abad ke 5. Sejarah Franka dimulainya dari 417 sampai
591, lima puluh tahun terakhir ditulisnya sebagai saksi mata. Ia menulis dala
bahasa latin, bahasa yang dimergerti oleh semua orang. Ia menulis
keajaiban-keajaiban sebagai unsur yang membuat tulisannya menjadi saksi
kekuasaan agama atas bangsa Franka. Tulisan Gregory menandai peralihan menuju
Zaman Pertengahan.[8]
Beda menulis “Ecclesiatical History of the English People, sebagai buku
yang menceritakan terbentuknya kebudayaan Anglo-Saxon. Ia menulis dalam bahasa
Latin dan menggunakan banyak sumber dan berkonsultasi dengan para gerejawan. Ia
sangat hati-hati dalam menceritakan hal-hal yang ajaib, sehingga sejarahnya
terkesan objektif. Bukunya dirancang secara sistematis dan biografi dalam buku
menjadi bagian yang sangat penting, karena ia menulis banyak tentang
orang-orang yang berjasa dalam membawa misi Kristen di Inggris. Srekalipun
tidak bisa dibandingkan dengan sejarah modern yang lebih rasional dan kritis,
belajar sejarah Zaman Pertengahan banyak gunanya bagi sejarah Indonresia,
karena baik dari segi subtansi maupun metode ada kemiripan antara annals,
chronicle, sejarah umum, dan biografi dengan babad, lontar, lontara, hikayat,
dan tambo.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Memasuki abad
pertengahan, penulisan sejarah di Eropa pada umumnya diwarnai hal-hal yang
bersifat keagamaan. Sampai abad ke sebelas masehi, penulisan sejarah banyak
dipengaruhi oleh pandangan sejarah Agustinus (354-430 M),menurutnya eksistensi
benda-benda termasuk manusia diciptakan sesuai dengan jiwa keabadian Tuhan. Di
masa ini banyak sekali lahir sejarawan yang mempunyai pandangan sejarah seperti
itu, sebagai akibat dominasi gereja seluruh aspek kehidupan manusia pada saat
itu.
Penulisan sejarah di
masa abad tengah secara umum mengungkapkan tentang sejarah manusia dan dunia
sebagai peralihan dari penulisan sejarah yang bersifat ethnocentris dan
regiocentris pada masa tradisional ke penulisan yang cendrung bersifat
theocentris. Peralihan corak penulisan sejarah ini pada gilirannya telah
melahirkan pandangan sejarah yang filosofis spekulatif, karena
sejarawan-sejarawan masa ini tidak dapat melepaskan diri dari pandangan mitis
dan keagamaan, sehingga pandangan ini bercampur dengan keharusan bahwa sejarah
harus ditulis secara faktual. Dalam penulisan seperti ini sangat sulit sekali
dibedakan antara hal-hal yang bersifat profane (duniawi) dengan hal-hal yang
bersifat supernatural.
Daftar Pustaka
Supriyono, Agust.
2003. Diktat Historiografi Eropa Barat.
Semarang:___.
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Komentar
Posting Komentar