PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan
Dosen Pengampu: Supardi, M.Pd.
 








Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
1.      Didin Harianto                      (09406244001)
2.      Fitria Riris S.B.B                   (09406244005)
3.      Ageng Sanjaya                      (09406244006)
4.      Rezky Atyka Wijaya             (09406244024)
5.      Indri Mutiarsih                      (09406244027)
6.      Windya Ayu Maryuti           (09406244033)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT Sang pemilik segala ilmu yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga makalah ini bisa selesai dengan baik. Makalah ini berjudul  Pengembangan Kompetensi Guru.
Adapun maksud penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Etik Profesi Keguruan, yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca sesuai dengan judul yang dibahas.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.      Bapak Supardi, M.Pd selaku dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini;
2.      Kedua orang tua yang telah memberi spirit dalam perkuliahan ini; serta
3.      Teman-teman Pendidikan Sejarah NR 2009 yang telah memberikan semangat.
            Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena, itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Yogyakarta, 18 September 2011

                                                                                                            Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki keterampilan dan keahlian. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat manusia.  Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah melalui Depdiknas terus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satunya, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Pendidikan sebagai suatu proses pembelajaran sangat diperlukan sosok guru sebagai pengajar dan pendidik. Guru dewasa ini banyak mendapatkan sorotan sebagai pihak yang paling berperan utama dalam menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan. Banyaknya  siswa yang tidak lulus dalam UN juga dituding sebagai kesalahan dari guru yang tidak serius dalam memperjuangkan peserta didiknya.
Guru yang dikenal sebagai sosok pahlawan tanpa tanda jasa merupakan manusia yang berada dalam garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Di era globalisasai ini, guru dituntut untuk tidak hanya mengajar peserta didiknya, namun juga harus bisa mendidik.[1]
Pada proses belajar mengajar, seorang guru harus menggunakan berbagai variasi dalam menyampaikan pelajaran. Hal ini karena agar peserta didik tidak merasa bosan. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang bervariasi, maka diperlukan adanya kemampuan/kompetensi guru. Kompetensi guru harus terus ditingkatkan, terutama dalam hal penguasaan tekhnologi. Hal ini karena agar proses belajar mengajar sesuai dengan tuntutan zaman. Seorang guru harus terus berusaha meningkatkan kompetensinya agar peserta didik merasa tertarik dengan mata pelajaran hyang dibawakan oleh guru.
Jika kita mengamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru pada saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari seorang guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Dalam tulisan ini penulis memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalahnya yaitu:
1.      Apa itu kompetensi guru?
2.      Bagaimana cara untuk meningkatkan kompetensi guru?
C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
1.      Untuk menjelaskan apa pengertian dari kompetensi guru itu.
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah cara meningkatkan atau mengembangkan kompetensi guru itu.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dari Kompetensi Guru
Tugas guru sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis memerlukan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi kepribadian, bidang studi, dan pendidikan atau pembelajaran.[2] Kompetensi harus selalu dikembangkan dan diolah sehingga tinggi. Dengan kompetensi yang semakin tinggi diharapkan guru dapat melakukan tugas panggilannya lebih baik dan bertanggung jawab. Menurut Kamus Besar Indonesia kompetensi berarti kekuasaan atau kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.[3]
Istilah Kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut ini:
Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak. Sifat tanggungjawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diterapkan. Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.” Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada beberapa pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai suatu gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
  1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
  2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
  3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana yang tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :

  1. Kompetensi pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Berdasarkan  pengertian di atas maka Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]
  1. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan. Nilai kompetensi kepribadian dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, ispirasi, motivasi, dan inovasi bagi peserta didiknya.[5]
  2. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
  3. Kompetensi profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.

B.     Cara Pengembangan Kompetensi Guru
1.      Program sertifikasi
Sertifikasi guru adalah proses perolehan sertifikat pendidik bagi guru. Sertifikat pendidik bagi guru berlaku sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serifikat pendidik ditandai dengan satu nomor registrasi guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi. Dalam program sertifikasi telah ditentukan kualifikasi pendidikan bagi semua guru di semua tingkatan, yaitu minimal sarjana atau Diploma IV. Dengan kualifikasi itu, diharapkan guru akan memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Apapun penjelasannya sebagai berikut.
Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia.
Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional`merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.
Dalam praktik keempat kompetensi itu merupakan satu kesatuan yang utuh, dan kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup kompetensi lainnya. Guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan memenuhi persyaratan dapat disertifikasi dengan berpedoman pada ketentuan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi atau ditunjuk pemerintah. Setelah disertifikasi guru akan memperoleh sertifikat pendidik, yaitu bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Dengan memiliki sertifikat pendidik, guru akan memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum, meliputi: gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sementara guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Undang-undang Nomor 14/ 2005 memberi angin segar kepada guru, karena memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan karier dan mendapatkan penghargaan yang sepantasnya. Undang-undang itu akan dapat mengangkat harkat dan martabat guru yang memiliki kedudukan dan peranan strategis dalam pembangunan nasional, yang sebelum adanya undang-undang tersebut tampak kurang mendapatkan perhatian.
Untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak semudah membalikkan telapan tangan, dan memerlukan kerja keras para guru. Sertifikat pendidik akan dapat diperoleh guru apabila mereka benar-benar memiliki kompetensi dan profesionalisme.  Bagi para guru yang memiliki kompetensi dan profesionalisme, hal ini mungkin bukan merupakan persoalan yang pelik, melainkan tinggal menunggu waktu. Sebaliknya, para guru yang kurang memiliki kompetensi dan profesionalisme, hal ini dapat menjadi persoalan yang pelik ketika giliran untuk disertifikasi telah tiba. Sehubungan dengan hal itu, sesuatu yang pasti adalah guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk disertifikasi, agar kesempatan yang baik itu tidak hilang begitu saja karena tidak adanya persiapan yang memadai. Guru harus siap mental, keilmuan, dan finansial.  Dalam kaitan dengan persiapan dalam hal keilmuan, guru perlu meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
2.      Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Guru
Untuk kepentingan sertifikasi dan menjamin mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Hal ini perlu dipahami karena dengan adanya pasca sertifikasi guru harus tetap meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya agar mutu pendidikan tetap terjamin. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut ini.
a.       Studi Lanjut Program Strata 2
Studi lanjut program Strata 2 atau Magister merupakan cara pertama yang dapat ditempuh oleh para guru dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Ada dua jenis program magister yang dapat diikuti, yaitu program magister yang menyelenggarakan program pendidikan ilmu murni dan ilmu pendidikan. Ada kecenderungan para guru lebih suka untuk mengikuti program ilmu pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
b.      Kursus dan Pelatihan
Keikutsertaan dalam kursus dan pelatihan tentang kependidikan merupakan cara kedua yang dapat ditempuh oleh guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Walaupun tugas utama seorang guru adalah mengajar, namun tidak ada salahnya dalam rangka peningkatan kompetensi dan profesionalismenya juga perlu dilengkapi dengan kemampuan meneliti dan menulis artikel/ buku.
c.       Pemanfaatan Jurnal
Jurnal yang diterbitkan oleh masyarakat profesi atau perguruan tinggi dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme. Artikel-artikel di dalam jurnal biasanya berisi tentang perkembangan terkini suatu disiplin tertentu. Dengan demikian, jurnal dapat dipergunakan untuk memutakhirkan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan yang memadai, seorang guru bisa mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya seorang guru dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik. Selain itu, jurnal-jurnal itu dapat dijadikan media untuk mengomunikasikan tulisan hasil pemikiran dan penelitian guru yang  dapat digunakan untuk mendapatkan angka kredit yang dibutuhkan pada saat sertifikasi dan kenaikan pangkat.
d.      Seminar
Keikutsertaan dalam seminar merupakan alternatif keempat yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Tampaknya hal ini merupakan cara yang paling diminati dan sedang menjadi trend para guru dalam era sertifikasi, karena dapat menjadi sarana untuk mendapatkan angka kredit. Melalui seminar guru mendapatkan informasi-informasi baru. Cara itu sah dan baik untuk dilakukan. Namun demikian, di masa-masa yang akan datang akan lebih baik apabila guru tidak hanya menjadi peserta seminar saja, tetapi lebih dari itu dapat menjadi penyelenggara dan pemakalah dalam acara seminar. Forum seminar yang diselengarakan oleh dan untuk guru dapat menjadi wahana yang baik untuk mengomunikasikan berbagai hal yang menyangkut bidang ilmu dan profesinya sebagai guru.










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
kompetensi guru dapat dimaknai sebagai suatu gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Ada tiga jenis kompetensi guru, yaitu kompetensi professional kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi personal.
Cara pengembangan kompetensi guru ada 2 macam, yaitu dengan program sertifikasi, dan peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru. Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi, sedangkan peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan cara Studi Lanjut Program Strata 2, kursus dan pelatihan, pemanfaatan jurnal, dan seminar.











DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2004). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grafindo.
Martinis Yamin. 2008. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Jakarta Putra Grafika
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda.
Paul Suparno. 2004. Guru Demokratis: di Era Reformasi pendidikan, Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Syaiful Sagala. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, Bandung: Penerbit Fokus Media.
Uzer Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.





[1] Istilah mengajar dengan mendidik berbeda. Mengajar merupakan kegiatan guru yang hanya memberikan informasi, menjelaskan, dan menerangkan pelajaran kepada peserta didik), sedangkan mendidik yaitu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Rosda, 2007, hlm. 37-38.
[2] Paul Suparno, Guru Demokratis: di Era Reformasi pendidikan, Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2004, hlm. 47.
[3] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosda, 2006, hlm. 14.
[4] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: ALFABETA BANDUNG, 2009, hlm. 32.
[5] Ibid, hlm. 33-34.

Komentar

  1. terima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI