PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU
PENGEMBANGAN
KOMPETENSI GURU
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan
Dosen Pengampu: Supardi, M.Pd.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
1.
Didin
Harianto (09406244001)
2.
Fitria Riris S.B.B (09406244005)
3.
Ageng
Sanjaya (09406244006)
4.
Rezky
Atyka Wijaya (09406244024)
5.
Indri
Mutiarsih (09406244027)
6.
Windya
Ayu Maryuti (09406244033)
JURUSAN PENDIDIKAN
SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT Sang pemilik
segala ilmu yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga makalah ini bisa
selesai dengan baik. Makalah ini berjudul Pengembangan Kompetensi
Guru.
Adapun maksud penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Etik Profesi Keguruan, yang
bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca sesuai dengan judul
yang dibahas.
Pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak
Supardi, M.Pd selaku dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini;
2.
Kedua orang tua yang telah memberi spirit
dalam perkuliahan ini; serta
3.
Teman-teman Pendidikan Sejarah NR 2009 yang
telah memberikan semangat.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena, itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Yogyakarta, 18 September 2011
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
adalah suatu proses untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki
keterampilan dan keahlian. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat manusia. Dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah melalui Depdiknas terus
berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita.
Salah satunya, yaitu berkaitan dengan faktor
guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya
merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk
menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip
oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change
depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan
bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what
teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan
kompetensi guru.
Pendidikan
sebagai suatu proses pembelajaran sangat diperlukan sosok guru sebagai pengajar
dan pendidik. Guru dewasa ini banyak mendapatkan sorotan sebagai pihak yang
paling berperan utama dalam menentukan berhasil atau tidaknya proses
pendidikan. Banyaknya siswa yang tidak
lulus dalam UN juga dituding sebagai kesalahan dari guru yang tidak serius
dalam memperjuangkan peserta didiknya.
Guru
yang dikenal sebagai sosok pahlawan tanpa
tanda jasa merupakan manusia yang berada dalam garda terdepan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Di era globalisasai ini, guru dituntut untuk
tidak hanya mengajar peserta didiknya, namun juga harus bisa mendidik.[1]
Pada
proses belajar mengajar, seorang guru harus menggunakan berbagai variasi dalam
menyampaikan pelajaran. Hal ini karena agar peserta didik tidak merasa bosan.
Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang bervariasi, maka diperlukan adanya
kemampuan/kompetensi guru. Kompetensi guru harus terus ditingkatkan, terutama
dalam hal penguasaan tekhnologi. Hal ini karena agar proses belajar mengajar
sesuai dengan tuntutan zaman. Seorang guru harus terus berusaha meningkatkan
kompetensinya agar peserta didik merasa tertarik dengan mata pelajaran hyang
dibawakan oleh guru.
Jika kita mengamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru pada saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002)
mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru
belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja dari seorang guru belum
sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh
karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi
guru.
Dalam tulisan ini penulis memaparkan
tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan
kompetensi guru. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai
bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan
dengan pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalahnya yaitu:
1. Apa
itu kompetensi guru?
2. Bagaimana
cara untuk meningkatkan kompetensi guru?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk:
1.
Untuk menjelaskan
apa pengertian dari kompetensi guru itu.
2.
Untuk mengetahui
bagaimanakah cara meningkatkan atau mengembangkan kompetensi guru itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dari Kompetensi Guru
Tugas guru sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis
memerlukan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi
kepribadian, bidang studi, dan pendidikan atau pembelajaran.[2]
Kompetensi harus selalu dikembangkan dan diolah sehingga tinggi. Dengan
kompetensi yang semakin tinggi diharapkan guru dapat melakukan tugas
panggilannya lebih baik dan bertanggung jawab. Menurut Kamus Besar Indonesia
kompetensi berarti kekuasaan atau kewenangan untuk menentukan atau memutuskan
sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.[3]
Istilah Kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna
sebagaimana yang dikemukakan berikut ini:
Kompetensi
guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak. Sifat tanggungjawab
harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu
pengetahuan, teknologi maupun etika.
Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diterapkan. Louise
Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light
of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu,
dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan
bahwa : ” A competence is a description of something which a person who
works in a given occupational area should be able to do. It is a description of
an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.” Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang
merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang
seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu
pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat
ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat
melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja
seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan
bidang pekerjaannya.
Mengacu pada beberapa pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini
kompetensi guru dapat dimaknai sebagai suatu gambaran
tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang
guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun
hasil yang dapat ditunjukkan. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh
Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu
:
- Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang
luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai
metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
- Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi,
baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
- Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian
yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu
menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada,
ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara
itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana yang tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
- Kompetensi pedagogik
Dalam
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi
pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran.
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
Berdasarkan pengertian di atas maka
Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam
pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/
silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]
- Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan
kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan
bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i)
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Nilai
kompetensi kepribadian dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, ispirasi,
motivasi, dan inovasi bagi peserta didiknya.[5]
- Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan
dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara
santun dengan masyarakat sekitar.
- Kompetensi profesional
Menurut
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional
adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang
meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara
profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya
nasional.
B.
Cara Pengembangan Kompetensi Guru
1.
Program sertifikasi
Sertifikasi
guru adalah proses perolehan sertifikat pendidik bagi guru. Sertifikat pendidik
bagi guru berlaku sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas sebagai guru
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serifikat pendidik ditandai dengan
satu nomor registrasi guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional.
Sertifikasi
diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi. Dalam
program sertifikasi telah ditentukan kualifikasi pendidikan bagi semua guru di
semua tingkatan, yaitu minimal sarjana atau Diploma IV. Dengan kualifikasi itu,
diharapkan guru akan memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Undang-undang
Nomor 14 tahun 2005 kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Apapun
penjelasannya sebagai berikut.
Kompetensi
paedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa dan menjadi
teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia.
Kompetensi
Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional`merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber
bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.
Dalam
praktik keempat kompetensi itu merupakan satu kesatuan yang utuh, dan
kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup
kompetensi lainnya. Guru yang
memenuhi kualifikasi pendidikan dan memenuhi persyaratan dapat disertifikasi
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi atau ditunjuk
pemerintah. Setelah disertifikasi guru akan memperoleh sertifikat pendidik,
yaitu bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai
tenaga profesional. Dengan
memiliki sertifikat pendidik, guru akan memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan minimum, meliputi: gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional,
tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
sementara guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Undang-undang
Nomor 14/ 2005 memberi angin segar kepada guru, karena memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mengembangkan karier dan mendapatkan penghargaan yang
sepantasnya. Undang-undang itu akan dapat mengangkat harkat dan martabat guru
yang memiliki kedudukan dan peranan strategis dalam pembangunan nasional, yang
sebelum adanya undang-undang tersebut tampak kurang mendapatkan perhatian.
Untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak semudah membalikkan telapan
tangan, dan memerlukan kerja keras para guru. Sertifikat pendidik akan dapat
diperoleh guru apabila mereka benar-benar memiliki kompetensi dan
profesionalisme. Bagi para guru yang memiliki kompetensi dan
profesionalisme, hal ini mungkin bukan merupakan persoalan yang pelik,
melainkan tinggal menunggu waktu. Sebaliknya, para guru yang kurang memiliki
kompetensi dan profesionalisme, hal ini dapat menjadi persoalan yang pelik
ketika giliran untuk disertifikasi telah tiba. Sehubungan dengan hal itu,
sesuatu yang pasti adalah guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk
disertifikasi, agar kesempatan yang baik itu tidak hilang begitu saja karena
tidak adanya persiapan yang memadai. Guru harus siap mental, keilmuan, dan
finansial. Dalam kaitan dengan persiapan dalam hal keilmuan, guru perlu
meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
2. Peningkatan
Kompetensi dan Profesionalisme Guru
Untuk
kepentingan sertifikasi dan menjamin mutu
pendidikan perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Hal ini perlu dipahami karena dengan adanya pasca sertifikasi
guru harus tetap meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya agar mutu
pendidikan tetap terjamin. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut ini.
a.
Studi
Lanjut Program Strata 2
Studi lanjut
program Strata 2 atau Magister
merupakan cara pertama yang dapat ditempuh oleh para guru dalam meningkatkan
kompetensi dan profesionalismenya. Ada dua jenis program magister yang dapat
diikuti, yaitu program magister yang menyelenggarakan program pendidikan ilmu
murni dan ilmu pendidikan. Ada kecenderungan para guru lebih suka untuk
mengikuti program ilmu pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
b.
Kursus dan Pelatihan
Keikutsertaan
dalam kursus dan pelatihan tentang kependidikan merupakan cara kedua yang dapat
ditempuh oleh guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
Walaupun tugas utama seorang guru adalah mengajar, namun tidak ada salahnya
dalam rangka peningkatan kompetensi dan profesionalismenya juga perlu
dilengkapi dengan kemampuan meneliti dan menulis artikel/ buku.
c.
Pemanfaatan
Jurnal
Jurnal yang
diterbitkan oleh masyarakat profesi atau perguruan tinggi dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme. Artikel-artikel di dalam
jurnal biasanya berisi tentang perkembangan terkini suatu disiplin tertentu.
Dengan demikian, jurnal dapat dipergunakan
untuk memutakhirkan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Dengan
memiliki bekal ilmu pengetahuan yang memadai, seorang guru bisa mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya seorang guru dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik. Selain
itu, jurnal-jurnal itu dapat dijadikan media untuk mengomunikasikan tulisan
hasil pemikiran dan penelitian guru yang dapat digunakan untuk
mendapatkan angka kredit yang dibutuhkan pada saat sertifikasi dan kenaikan
pangkat.
d.
Seminar
Keikutsertaan dalam seminar
merupakan alternatif keempat yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme seorang guru. Tampaknya
hal ini merupakan cara yang paling diminati dan sedang menjadi trend
para guru dalam era sertifikasi, karena dapat menjadi sarana untuk mendapatkan
angka kredit. Melalui seminar guru mendapatkan informasi-informasi baru. Cara
itu sah dan baik untuk dilakukan. Namun demikian, di masa-masa yang akan datang
akan lebih baik apabila guru tidak hanya menjadi peserta seminar saja, tetapi
lebih dari itu dapat menjadi penyelenggara dan pemakalah dalam acara seminar.
Forum seminar yang diselengarakan oleh dan untuk guru dapat menjadi wahana yang
baik untuk mengomunikasikan berbagai hal yang menyangkut bidang ilmu dan profesinya
sebagai guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
kompetensi guru dapat dimaknai sebagai suatu gambaran
tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang
guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun
hasil yang dapat ditunjukkan. Ada tiga jenis
kompetensi guru, yaitu kompetensi
professional kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi personal.
Cara
pengembangan kompetensi guru ada 2 macam, yaitu dengan program sertifikasi, dan
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru. Sertifikasi diperoleh melalui
pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi, sedangkan peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat
dilakukan dengan cara Studi Lanjut Program Strata 2, kursus dan pelatihan, pemanfaatan jurnal, dan seminar.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas
(2004). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grafindo.
Martinis
Yamin. 2008. Profesionalisasi Guru dan
Implementasi KTSP. Jakarta: Jakarta Putra Grafika
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda.
Paul
Suparno. 2004. Guru Demokratis: di Era
Reformasi pendidikan, Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Sudarwan
Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan
Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan
Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi
Cita.
Syaiful
Sagala. 2009. Kemampuan Profesional Guru
dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, Bandung:
Penerbit Fokus Media.
Uzer
Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Rosda.
[1] Istilah
mengajar dengan mendidik berbeda. Mengajar merupakan kegiatan guru yang hanya
memberikan informasi, menjelaskan, dan menerangkan pelajaran kepada peserta
didik), sedangkan mendidik yaitu guru harus memiliki standar kualitas pribadi
tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan, Bandung:
Rosda,
2007, hlm. 37-38.
[2] Paul Suparno, Guru Demokratis: di Era Reformasi pendidikan,
Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2004, hlm. 47.
[3] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosda, 2006, hlm. 14.
[4] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional guru dan Tenaga
Kependidikan, Bandung: ALFABETA BANDUNG, 2009, hlm. 32.
[5] Ibid, hlm. 33-34.
terima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com
BalasHapus