PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Lokal
Dosen Pengampu: Sudrajat, M.Pd. dan Harianti, M.Pd.
 



                                                                                                                 
1.       


Disusun Oleh:
Didin Harianto                                   09406244001

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
A.    PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Penduduk Kabupaten Pati percaya bahwa saridin atau Syrh Jangkung adalah putra dari Sunan Muria dan sedangkan dari luar kabupaten Pati percaya bahwa Syeh Jangkung adalah putra dari Sunan Bonag. Ki Ageng Keringan di tayu memepunyai sebuah putri yang memohon kepada orang tuanya untuk derikan adik laki-laki. Secara Kebetulan Sunan Kalijaga Lewat dan membawa sorang bayi laki-laki yang baru dilahirkan dan bayi tersebut di berikan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Keringan. Ketikan Putri Ki Ageng Keringan Yang bernama Sumiyem telah dewasa ia diperistri oleh seorang laki-laki pendatang, bernama Raden Barnjung. Kemudian Saridin dan Samiyem yang telah menikah dengan Raden Barnjung pindah ke desa kayen. Ketika saridi sudah cukup umur Saridin meikah dengan gadis dari desa kayen. Ketika sudah berumah tangga kehidupan keluarga Saridin dengan kelurga kakaknya berbeda jauh, kakak Saridin yang telah mapan dan Saridin yang sangat kekeuarangan.[1]
Pada suat ketika Kelurga Saridin terlibat perselisihan dengan kakak iparnya gara-gara memperebutkan buah durian. Sehingga di buat perjanjian yang isisnya ketika buah durian jatuh di malam hari akan menjadi milik Saridin dan ketika jatuh disiang hari akan menjadi milik kakaknya. Karena buah durian selalu jatuh di malam hari sehingga Raden Branjong berbuat curang dengan menyamar menjadi sebagai harimau dengan cara memakai kain hitam dan mengaum seperti harimau untuk mendapatkan buah durian. Tetapi perbuatan kakak iparnya itu akhirnya diketahui Saridin dan pada suatu malam saridin menyergap harimau gadungan dengan menghujamkan sejata tajam ke badan harimau. Harimau bukannya meraung-raung tapi malah berteriak kesakitan dan akhirnya meninggal.
Pada keesokan harinya Saridin diserahkan aparat Pati untuk diadili. Bupati Pati waktu itu adalah Mangun Oneng. Saridin diputuskan bersalah dan akan dijatuhi hukuman gantung yang pelaksanaannya akan dilaksanakan di lapangan terbuka. Ketika saridin sudah siap digantung tiba-tiba Saridin menghilang, tetapi ada seseorang yang bisa melihat keberadaan Saridin sehingga Saridin melarikan diri. Saridin dikejar-kejar oleh orang-orang Bupati Pati Mangun Oneng dan akhirnya Saridin tertangkap dan dimasukan ke dalam penjara. Tetapi setiap malam Saridin Keluar untuk pulang kerumahnya bertemu dengan keluarganya, sehingga pada suatu hari perbuatan Saridin deketahui oleh tetangganya dan dilaporkan ke Bupati. Bupati melakukan penyergapan ke rumah Saridin, tetapi Saridin berhasil lolos dari sergapan itu. [2]
Saridin meninggalkan keluarganya dan bergi berguru kepada Sunan Kudus. Sebagai murid baru dalam bidang agama, orang Miyono itu lebih pintar ketimbang para santri lain. Belum lagi soal kemampuan dalam ilmu kasepuhan. Hal itu membuat dia harus menghadapi persoalan tersendiri di perguruan tersebut. Dan itulah dia tunjukkan ketika beradu argumentasi dengan sang guru soal air dan ikan.Untuk menguji kewaskitaan Saridin, Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan.” Mendengar jawaban itu, sang guru memerintah seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata kebenaran jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada sejumlah ikan. Karena itulah Sunan Kudus atau Djafar Sodiq sebagai guru tersenyum simpul.
Akan tetapi murid lain menganggap Saridin lancang dan pamer kepintaran. Ketika bertugas mengisi bak mandi dan tempat wudu, para santri mengerjai dia. Para santri mempergunakan semua ember untuk mengambil air. Saridin tidak enak hati. Karena ketika para santri yang mendapat giliran mengisi bak air, termasuk dia, sibuk bertugas, dia menganggur karena tak kebagian ember. Dia meminjam ember kepada seorang santri. Namun apa jawab santri itu? ”Kalau mau bekerja, itu kan ada keranjang.” Dasar Saridin. Keranjang itu dia ambil untuk mengangkut air. Dalam waktu sekejap bak mandi dan tempat wudu itu penuh air. Santri lain pun hanya bengong. Cerita soal kejadian itu dalam sekejap sudah diterima Sunan Kudus. Demi menjaga kewibawaan dan keberlangsungan belajar para santri, sang guru menganggap dia salah. Dia pun sepantasnya dihukum. Sunan Kudus pun meminta Saridin meninggalkan perguruan Kudus dan tak boleh lagi menginjakkan kaki di bumi Kudus. Vonis itu membuat Saridin kembali berulah. Dia unjuk kebolehan. Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke lubang WC dan berdiam diri di atas tumpukan ninja. Pagi-pagi ketika ada seorang wanita di lingkungan perguruan buang hajat, Saridin berulah. Dia memainkan bunga kantil, yang dia bawa masuk ke lubang WC, ke bagian paling pribadi wanita itu. Karena terkejut, perempuan itu menjerit. Jeritan itu hingga menggegerkan perguruan. Setelah sumber permasalahan dicari, ternyata itu ulah Saridin. Begitu keluar dari lubang WC, dia dikeroyok para santri yang tak menyukainya. Dia berupaya menyelamatkan diri. Namun para santri mengejar ke mana pun Saridin bersembunyi.
 Disebuah tempat di kota Kecamatan Kayen, sebelah selatan Kota Pati terdapat sebuah makam kuno yang sangat dikeramatkan. Penduduk setempat mempercayai bahwa makam yang keramat itu adalah makam Syeh Jangkung, seorang ulama Islam yang legendaris. Menurut Serat Syeh Jankung dan masyarakat yang tinggal di sekitar makam bahwa syeh Jankung itu hidup pada zaman kerajaan Demak pada abad ke-16. Namun di desa Lendah Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta juga terdapat sebuah makam kuno yang menurut Juru Kuncinya adala makam Syeh Jangkung. Konon, semasa hidupnya, Ngersa Dalem Sultan Hamengku Buwono IX, sering berziarah ke makam Syeh Jangkung di Lendah.[3]
Sejak runtuhnya kekaisaran Ngerum pada tahun 1453 M. Aktivitas Para Wali  Sanga, kejayaan Mataram pada masa Sultan Agung sampai masa Bupati Pati yang bernama Mangun Oneng, semua cerita tentang Saridin alias Syeh Jangkung ini serba rancau. Para tokoh yang terkait, kurun waktu kejadiannya serta isi cerita itu sendiri, tidak cocok sama sekali. Sebagai contoh! Pada waktu ketika Saridin Menerima gelar Syeh dari Kaisar Ngerum (Romawi) yang pada waktu itu adalah seorang Kristiani (Kaisar Constantinus XI Palaeologus).[4] Pada waktu itu Saridin sudah dewasa. Sementara, baik Sunan Bonang maupun Sunan Kalijaga, belum lahir. Dewi sujinah, istri Sunan Muria adalah kakak perempuan Sunan Kudus. Pernikahan Sunan Muria dengan Dewi Sujinah mempunyai seorang putra, bernama Raden Santri atau Raden Prawata (bukan Sunan Prawata kakak Ratu Kaliyamat). Sebagai pewaris Sunan Kalijaga, kelak ia terkenal dengan sebutan Pangeran Adilangu, yang banyak melahirkan karya-karya sastra.
Jika dihitung rentan waktu petualangan Saridin, mulai tahun 1678 M (akhir pemerintahan Bupati Pati Mangun Oneng I) samapai tahun 1453 M (runtuhnya kekaisaran Ngerum) sebab perjalanan Saridin ini menempuh waktu yang terbalik, yakni mundur ke masa lampau sebelum ia lahir maka diperoleh masa sepanjang 225 tahun.
Penulis dalam memilih Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati karena peneliti sendiri adalah berasal dari Kabupaten Pati dan beragama Islam, sehingga peneliti tertarik dalam meneliti tentang Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati yang merupakan salah satu ulama yang terkenal dan berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pati khususnya di Kecamatan Kayen Kabupaten Pati

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang membahas mengenai judul Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati adalah:
1.      Siapakah Syeh Jangkung itu?
2.      Bagaimana cara yang dipergunakan Syeh Jangkung dalam menyebarkan agama Islam di daerah Kabupaen Pati?

C.    Tujuan Penelitian
a.       Tujuan Umum
1.      Untuk mendokumentasikan, mencatat dan merekam peranan Syeh Jangkung dalam menyebaran agama Islam di Daerah Pati.
2.      Memberikan konstribusi peristiwa lokal dalam rangka penulisan sejarah nasional.
b.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui siapah sebenarnya Syeh Jangkung itu.
2.      Untuk mengetahui cara yang dipergunakan Syeh Jangkung dalam menyebarkan agama Islam di kabupaten Pati.
3.      Untuk mengetahui peranan Syeh Jangkung dalam berkembangnya agama Islam di Kabupaten Pati.


B.     METODE PENELITIAN

A.    Historiografi yang relevan
Secara harfiah, historiografi beerarti pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sejarah. Sejarah sebagai pengetahuan tentang masa lalu diperoleh melalui penelitian mengenai kenyataan masa lalu dengan metode ilmiah yang sah.[5] Historiografi adalah rekonstruksi yang imajinatif tentang masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses menguji dan menganalisasecara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.[6]
Historiografi yang relevan merupakan kajian-kajian historis yang mendahului penelitian dengan tema atau topik yang hampir serupa. Hal ini berfungsi sebagai pembeda antar penelitian sekaligus sebagai bentuk penunjukan orisinalitas masing-masing peneliti.[7] Penulisan mengenai Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati, menggunakan beberapa tulisan yang berhubungan dengan penelitian ini, gunanya untuk membedakan tulisan yang sudah ada selain itu juga sebagai acuan dalam penulisan.
Buku Kisah-Kisah Lama Dari Pati karya dari Praba Hapsara dan Eva Banowati yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang Press tahun 2009. Buku ini berisi mengenai kisah-kisah yang berada di Kabupaten Pati yang salah satunya adalah kisah mengenai Syeh Jangkung yang makamnya berada di Kecamatan Kayen, sebelah selatan Kota Pati seorang ulama Islam yang sangat legendaris dan sangat beperan terhadap pengislaman di Kabupaten Pati.
Buku R. Ngabei Tjokro karya Hadiwikromo yang diterbitkan oleh PAKEM II Kendal 1934. Buku ini berisi mengenai petualangan Saridin yang di kejar-kejar Bupati Pati Mangun Oneng. Bupati Pati yang bernama Mangun Oneng ada tiga orang. Yang pertama telah meninggal dunia tahun 1678 dan kemudian digantikan Tumenggung Mangun Oneng II. Manggun Oneng II tidak lama dalam menjadi Bupati dan selanjutnya digantikan adiknya yang bernama Tumenggung Tirtanata yang memindahkan Kabupaten Pati ke desa Rendole dan setelah meninggal Tumenggung Tirtanata di gantikan Mangun Oneng III.[8]

B.     Metode Penelitian
Metodologi penelitian adalah ilmu yang membicarakan jalan mencakup jenis penulisan sejarah, unit kajian, permasalahan, teori, konsep dan sumber sejarah. Sedangkan metodologi sejarah adalah suatu cabang filsafat yang berhubungan dengan ilmu tentang metode atau prosedur; suatu sistem tentang metode-metode dan aturan-aturan yang digunakan dalam sains.[9]
Dalam melakukan suatu penelitian, seseorang dapat memepergunakan berbagai macam metode, yang disesuaikan dengan rencana penelitiahannya. Untuk dapat menyusun rencana peneltian yang baik, diperlukan berbagai macam persoalan yang harus dipertimbangkan. Rencana yang akan dipergunakan tergantung pada tujuan penelitian, permasalahan yang akan diteliti. Apabila tujuan penelitian sudah dispesifikan maka penelitian itu telah mempunyai ruang lingkup dan arah yang jelas dan penelitian dapat diarahkan kepada target area yang terbatas. Mengerjakan sejarah lokal tidak dapat dianggap sebagai sekedar latihan saja karena sejarah lokal menuntut kemampuan teknis dan analisis yang tinggi.[10]
Dalam penelitian ini penulis mempergunakan metode penelitian historis. Tujuan dalam penelitian historis adalah untuk memebuat reskonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.[11] Metode historis adalah merupakan suatu penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu amasalah.[12] Metode ini mempunyai maksud untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta masa lampau, gejala sosial atau gejala  kebudayaan yang memerlukan imajinasi dan empati. Secara tegas dikemukakakn bahwa landasan bahwa utama dari metode sejarah adalah bagaimana menangani bukti-bukti dan bagaimana menghubungkannya.[13]
Adapun langkah-langkah utama dalam metode penelitian ini adalah sebagai berikut:[14]
1.      Heuristik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau yang dikenal sebagai sumber-sumber sejarah. Kegiatan ini ditunjukan untuk menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah yang sebenarnya mencerminkan berbagai aktivitas manusia di masa lampau.[15]  Jejak sejarah diklasifikasikan menjadi jejak historis dan non historis. Jejak historis dibagi menjadi empat jenis yaitu jejak non material, material, tertulis, dan representasional. Jejak non material berupa benda-benda artefak atau barang-barang lain yang dihasilkan oleh manusia di masa lampau. Jejak tertulis baik berupa baik berupa tulisan tangan maupun surat kabar, surat keterangan resmi, dan sebagainya. Jejak representasional berupa potret atau lukisan yang mengambarkan suasana tertentu. Selain itu juga ada jejak yang berupa informasi pelaku atau saksi sejarah yang dikenal dengan sejarah lisan (oral history). Dalam penelitian peneliti berusaha menggunakan semua jejak-jejak. Kegiatan menghimpun jejak masa lampau dapat dilakukan dengan heuristik literatur.
Dalam langkah ini penulis mengumpulkan sumber-sumber baik melalui diskusi, hasil observasi, buku-buku yang relevan dengan topik serta mendatanggi langsung makam Syeh Jangkung di Kecamatan Kayen Kabupaten Pati. Sumber-sumbernya adalah dari nara sumber atau informan yang ada di makam Syeh Jangkung, Babad Pati yang di tulis oleh K. M. Sosrosumarto dkk, Kisah-Kisah Lama dari Pati yang di tulis oleh Praba Hapsara dan Eva Banowati dan buku-buku lain.
2.      Kritik sumber adalah meneliti atau menyelidiki apakah jejak-jejak itu benar-benar sesuai atau tidak. Kritik sumber di dasarkan pada kritik extern dan kritik intern. Kritik extern adalah penerkaan mengenai tanggal kira-kira dari pada dokumen dan suatu identifikasi dari pada yang menurut dugaan adalah pengarangnya, sedangkan kritik intern merupakan sejarawan pertama kali memeriksa kesaksian dengan jalan memperoleh seperangkat unsur yang relevan bagi sesuatu topik atau persoalan yang ada dalam pikirannya. Unsur-unsur yang terpencil tidak memiliki konteks atau tidak cocok didalam suatu hipotesa, maka nilai mereka patut diragukan. Tetapi itu merupakan masalah Sintesa, yang akan dibicarakan kemudian.[16] Dalam penelitian ini kami melakukan kegiatan meneliti bahan-bahan dengan melakukan perbandingan dari sumber-sumber yang telah di kumpulkan yang terkait dengan Syeh Jangkung.
3.      Interprestasi adalah menetapkan makna yang berhubungan dari fakta-fakta sejarah yang telah berhasil di kumpulkan setelah diterapkan kritik intern dan ekstren dari data-data yang sudah di dapatkan. Dengan terwujudnya fakta sejarah, kerja sejarahwan belum selesai sebab fakta sejarah sendiri belum bisa disebut sejarah dalam arti cerita tentang apa yang telah dialami manusia diwaktu yang lampau. Fakta-fakta sejarah yang telah diwujudkan perlu dihubungkan dan dikaitkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga antara fakta yang satu dengan fakta yang lain kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal, dalam arti menunjukan kecocokan satu sama lainnya.[17] Peristiwa yang satu dimasukan kedalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya.
4.      Penyajian adalah menyampaikan sintesa atas hasil penelitian yang telah di lakukan dalam hal ini diperlukan imajinasi historis yang baik, sehingga fakta-fakta sejarah dapat disajikan secara menyeluruh. Pada dasarnya sejarah adalah suatu cerita yaitu cerita pengalaman-pengalaman manusia yang hidup dilingkungan suatu masyarakat tertentu.[18] Tetapi cerita itu bukan cerita sembarangan, penulisan cerita sejarah perlu kemampuan-kemampuan khusus untuk menjaga standar mutu cerita sejarahnya, kemudian langkah terakhir penulisan cerita sejarah itu disajikan menjadi suatu karya sejarah.

C.    Sumber
Sumber merupakan suatu unsur yang berpengaruh penting dalam penulisan penelitian yang penulis tulis, yaitu mengenai ” Peranan Syeh Jangkung Dalam Menyebarkan Agama Islam di Daerah Pati.” Dan sumber atau referensi yang sudah peneliti himpun sebagai bahan untuk melakukan penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Serat Babad Pati yang merupakan karya K. M. Sosrosumarto, S. Dibyosudiro, Yanti Darmono dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang berisikan mengenai peristiwa-peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Kabupaten Pati.
2.      Anonim. 1954. Ensiklopedia Indonesia. Bandung: NV. Penerbitan W. Van Hoeve Bandung’s Gravenhage.
3.      Anonim. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
4.      Anonim. 1997. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.
5.      Ahnan, M.H, dan Ustad Maftuh Ahnan. 1994. Serpihan Mutiara Kisah Wali Sanga. Surabaya: Anungerah.
6.      Graff, DR.H.J.de, 1987. Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senapati. Jakarta: PT. Pustaka Grafi Pers.
7.      Hadiwikromo, R. 1934. R.Ngabei Tjokro. Kendal: PAKEM II.
8.      Hasyim Umar. 1974. Sunan kalijaga. Kudus: Menara Kudus.
9.      Kamzah, R. Panji, 1966. Cerita Sejarah Lasem. Kudus: Pustaka Sabda Badra santi, Up. Ramadharma-S. Reksowardojo.
10.  Praba Hapsara dan Eva Banowati. 2009.Kisah-Kisah Lama Dari Pati. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
11.  Salam, Solichin. 1960. Sekitar Walisanga. Kudus: Menara Kudus.
12.  Anonim. 1977. Kudus Purbakala dalam perjuangan Islam. Kudus: Menara Kudus.

D.    Pendekatan Penelitian
Segi pendektan dalam penelitian ini difokuskan pada pendekatan religi, sosial dan politik. Pendekatan religi membantu mengungkap unsur-unsur keagamaan dalam suatu diskripsi, antara lain berkaitan dengan masuknya agama Islam dan berkembangnya agama Islam. Pendektan ini dipergunkan untuk mengetahui proses masuk dan berkembangnya agama Islam di kabupaten Pati.
Pedekatan sosial akan menyoroti mengenai kendisi sosial masyarakat pada waktu proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Pati. Pendektan ini menggambarkan kondisi sosial masyarakat seperti pada waktu status sosialnya, kehidupan sosial masyarakat seperti waktu muda Saridin ketika menikah menghidupi keluarganya dengan bertani. Pada waktu itu Saridin sudah mempunyai keluarga sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya Saridin mengantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan hasil tanaman buah duriannya yang ada pembagian dengan kakak iparnya dengan ketentuan ketika buah duriannya jatuh di malam hari akan menjadi milik saridin dan kalau jatuh di siang hari menjadi milik kakak iparnya.
Pendekatan politik akan menyoroti mengenai struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial serta pertentangan kekuasaan. Pendektan ini menggambarkan situasi kabupaten Pati waktu berada pada pemerintahan Bupati Mangun Oneng I samapai Mangun Oneng III. Dimana pada waktu itu Saridin melakukan kejahatan dan akan di tangkap oleh bupati Pati untuk di adili atas kesalahan yang telah dilakukannya, sehingga waktu itu Saridin dikejar-kejar untuk dibunuh.







Daptar Pustaka
______. 1954. Ensiklopedia Indonesia. Bandung: NV. Penerbitan W. Van Hoeve Bandung’s Gravenhage.
______. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
______. 1997. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.
Ahnan, M.H, dan Ustad Maftuh Ahnan. 1994. Serpihan Mutiara Kisah Wali Sanga. Surabaya: Anungerah.
Graff, DR.H.J.de, 1987. Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senapati. Jakarta: PT. Pustaka Grafi Pers.
Gottschlak, Louis. 1986. Understanding History: A Primer Of History Method, a.b.hugoho notosusanto. Megerti Sejarah. Jakarta: Iniversitas Indonesia Pres.
Hadiwikromo, R. 1934. R.Ngabei Tjokro. Kendal: PAKEM II.
Hasyim Umar. 1974. Sunan kalijaga. Kudus: Menara Kudus.
Helius Sjamsuddin, dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Jurusan Pendidikan Sejarah. 2006. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Kamzah, R. Panji, 1966. Cerita Sejarah Lasem. Kudus: Pustaka Sabda Badra santi, Up. Ramadharma-S. Reksowardojo.
Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan.
Nugroho. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Idayu.
Salam, Solichin. 1960. Sekitar Walisanga. Kudus: Menara Kudus.
Sjamsuddin,Helius,2007.Metodologi Sejarah.Yogyakarta: Ombak.
Sosrosumarno, dkk. 1980. Serat Babad Pati. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardi Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.
Taufik abdullah. 1979. Sejarah Likal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Praba Hapsara, dan Eva Banowati. 2009.Kisah-Kisah Lama Dari Pati. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
_____. 1977. Kudus Purbakala dalam perjuangan Islam. Kudus: Menara Kudus.
Winarno Surahmad. 1975. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
William, H. Frederick dan Soeri Soeroto. 1984. Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES.
Widja, I Gede. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.




[1]Praba Hapsara, dan Eva Banowati, Kisah-Kisah Lama Dari Pati, Semarang: Universitas Negeri Semarang Press, 2009, hlm. 42-43.
[2] Ibid, hlm. 45.
[3]Ibid, hlm. 41.
[4] _____, Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997, hlm. 397.
[5] Helius Sjamsudin dan Ismaun, Pengantar Ilmu sejarah, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1996, hlm. 16.
[6] Luis Gottschlak, Understanding History: A Primer Of History Method, a.b, hugroho notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, hlm. 32.
[7] Jurusan Pendidikan Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2006, hlm. 3.
[8] Hadikromo, R. Ngabei Tjokro. Kendal: PAKEM II, 1934.
[9] Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, Yokyakarta: Ombak, 2007, hlm. 14.
[10] Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1979, hlm. 20.
[11]Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian,  Jakarta: Rajawali Press, 1983, hlm. 16.
[12] Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1975, hlm. 125.
[13] William H. Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi, Jakarta: LP3ES, 1980, hlm. 13.
[14] Nugroho Notosusanto, Nama-Nama Dasar Penelitian Dan Penulisan Sejarah, Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1971, hlm. 17.
[15] I Gede Wijaya, Sejarah Likal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hlm. 18.
[16] Ibid,hlm. 94-95.
[17] Ibid,hlm. 24.
[18] Nugroho, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, Jakarta: Yayasan Idayu, 1978, hlm. 41.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN