Partai Arab Indonesia
Partai
Arab Indonesia
Didin Harianto
09406244001
Pendidikan Sejarah NR 2009
Kiprah
keturunan Arab dalam bidang politik di Indonesia sudah berlangsung sejak lama.
Baru pada tanggal 4 Oktober 1934, kegiatan ini diwujudkan dalam satu wadah,
ketika tokoh masyarakat Arab kala itu, AR Baswedan mendirikan Partai Arab
Indonesia (PAI) dan Abdul Rahman Baswedan terpilih sebagai ketua dari Partai
Arab Indonesia. Berdirinya PAI hanya enam tahun setelah Sumpah Pemuda. Mereka
membuat sumpah serupa: “Tanah Air kami satu, Indonesia. Pada 4-5 Oktober 1934
para pemuda keturunan Arab dari berbagai kota di Nusantara berkumpul di
Semarang. Pada waktu itu masyarakat Arab seluruh Indonesia gempar karena adanya
Konferensi Peranakan Arab di Semarang ini. Dalam konferensi PAI di Semarang AR
Baswedan pertama-tama mengajukan pertanyaan di mana tanah airnya. Para pemuda
yang menghadiri kongres itu mempunyai cita-cita bahwa bangsa Arab Indonesia
harus disatukan untuk kemudian berintegrasi penuh ke dalam bangsa Indonesia.
Dalam konferensi itu parap pemuda Indonesia keturunan Arab membuat sumpah:
“Tanah Air kami satu, Indonesia. Dan keturunan Arab harus meninggalkan
kehidupan yang menyendiri (isolasi)”. Sumpah ini dikenal dengan Sumpah Pemuda
Indonesia Keturunan Arab. Sumpah Pemuda Keturunan Arab memiliki 3 butir
pernyataan yaitu: 1. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia. 2. Peranakan
Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri) 3. Peranakan
Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia.
Menurut
AR Baswedan persatuan adalah modal utama bagi Arab peranakan untuk kemudian
bersama-sama kaum pergerakan nasional bersatu melawan penjajah. Sebelumnya
kongres itu seluruh keturunan Arab -biarpun mereka yang cerdas dan terkemuka-
tidak ada yang mengakui Indonesia sebagai tanah airnya. Mereka berpendapat
bahwa tanah airnya adalah di negeri Arab bukan Indonesia. AR Baswedan menjadi
pelopor bangkitnya nasionalisme kaum Arab yang awalnya enggan mengakui
Indonesia sebagai tanah air. Sejak 4 Oktober 1934 itu keturunan Arab bersatu
bersama pergerakan nasional dan meninggalkan identitas ke-Araban, lalu berubah
identitas dari semangat kearaban menjadi semangat keIndonesiaan.
Sebuah
pengakuan yang jelas bagi keturunan Arab bahwa tanah airnya adalah Indonesia.
Ketegasan ini pada awalnya banyak yang menentang. Namun perlahan seruan Kongres
ini menggema. Banyak peranakan Arab yang mendukung dan mengikuti pergerakan dan
gagasan ini. Gagasan sangat berjasa melahirkan kesadaran Indonesia sebagai
tanah air bagi orang Arab. Peranakan Arab pada akhirnya diakui sebagai saudara
setanah air. Sejarah mencatat pendirian PAI ini selanjutnya memberi efek besar
bagi komunitas Arab di Indonesia. Banyak tokoh-tokohnya ikut berjuang saat itu
duduk dalam pemerintahan dan aktif dalam masyarakat Indonesia. Anak dan
keturunannya di masa sekarang juga tidak sedikit yang berkiprah sebagai tokoh
nasional. Sumpah Pemuda Keturunan Arab ini
dihadiri oleh tokoh-tokoh pemuda keturunan Arab. Hasil konferensi itu adalah
dibentuknya Persatuan Arab Indonesia yang kemudian menjadi Partai Arab
Indonesia. Dalam konferensi itu disepakati pengurusan PAI sebagai berikut: AR
Baswedan (Ketua), Nuh Alkaf (Penulis I), Salim Maskati (Penulis II), Segaf Assegaf
(Bendahara), Abdurrahim Argubi (Komisaris). Tokoh PAI lainnya adalah Hamid
Algadri, Ahmad Bahaswan, HMA Alatas, HA Jailani, Hasan Argubi, Hasan Bahmid, A.
Bayasut, Syechan Shahab, Husin Bafagih, ALi Assegaf, Ali Basyaib dll.
Pada
tanggal 4-5 Oktober 1934, para pemuda keturunan Arab di Nusantara melakukan
kongres di Semarang. Dalam kongres ini mereka bersepakat untuk mengakui
Indonesia sebagai tanah air mereka, karena sebelumnya kalangan keturunan Arab
berangapan bahwa tanah air mereka adalah negeri-negeri Arab dan senantiasa
berorientasi ke Arab. Kongres pemuda keturunan Arab ini jarang diketahui
masyarakat karena tidak diajarkan dalam mata pelajaran sejarah di Indonesia.
Padahal, sumpah pemuda keturunan arab ini memiliki konsekuensi yang besar bagi
diri mereka sebagai keturunan arab dan bagi dukungan perjuangan kemerdekaan di
Indonesia. Dan keturunan Arab harus meninggalkan kehidupan yang menyendiri
(isolasi).” Pada mulanya, PAI masih berbentuk persatuan.
Tetapi, pada 1940,
ketika suhu politik menentang penjajah meningkat, Partai Arab Indonesia (PAI)
pun mengubah namanya menjadi ‘partai’. Dalam kiprahnya, PAI merupakan partai
pertama yang mendukung ‘Petisi Soetardjo’ menuntut Indonesia berparlemen dan
kemerdekaan penuh. Partai Arab Indonesia
(PAI) juga terlibat dalam gerakan anti Jepang. Pada masa proklamasi, banyak
keturunan Arab yang gugur sebagai pejuang. Partai Arab ini membubarkan diri
setelah proklamasi kemerdekaan, ketika pemerintah mengeluarkan Manifes Politik
agar parpol-parpol membubarkan diri dan membentuk parpol baru.
Partai Arab
Indonesi (PAI) yang tidak bersedia membentuk parpol baru, para pemimpinnya
kemudian masuk ke berbagai parpol. Seperti AR Baswedan (Masyumi), dan Mr Hamid
Algadri (PSI). Banyak pula yang berkiprah di pengurus NU, PNI, bahkan PKI.
Seperti Baraqbah, yang menjadi ketua PKI Kalimantan Timur. Kembali ke masa-masa
sebelumnya, Belanda dalam upaya memisahkan dan mengisolasi keturunan Arab
melakukan politik wijkenstelsel atau passenstelsel. Tujuannya untuk memisahkan
orang Arab dengan pribumi. Dengan menempatkan mereka dalam semacam
ghetto-ghetto.
Refrensi:
Suratmin. 1989. Abdul Rahman Baswedan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sartono Kaartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suryanegara, A.M. 1996. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia. Bandung: Penerbitan Mizan.
Komentar
Posting Komentar