MENARA KUDUS

A. SEJARAH TERBENTUKNYA MASJID ATAU MENARA KUDUS Kudus adalah satu-satunya tempat di Jawa yang memperoleh nama Arab al-Quds atau al-Aqsa (nama Arab untuk Yerussalem) seperti masjid Baitul Maqdis. Konon nama tersebut diberikan oleh Sunan Kudus sepulang beliau menunaikan ibadah haji dimana sempat mengunjungi Baitul al-Quds. Kemunculannya sebagai pusat pengetahuan Islam dari wilayah kekuasaan Demak. Berkaitan erat dengan Sunan Kudus salah satu dari wali sanga konon menjadi imam masjid Demak kelima. Guru Rohanisasi dan bersama penguasa Demak menyiarkan agama Islam. Sunan Kudus juga menjadi pemimpin dalam penyerangan Mjapahit pada 1527. Masjid ini sangat terkenal di kota Kudus lebih sering disebut Masjid Kudus, meskipun nama sebenarnya adalah Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar. Selain menyebutkan kedua nama asli tersebut disebutkan juga bahwa Masjid ini didirikan pada 956 H atau 1537 Masehi. Oleh Djafar Shadiq lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus. Adanya kauman kampung muslim yang mengelilingi masjid di segala arah hingga sekarang menunjukkan dengan jelas bahwa Kudus dahulu menjadi pusat pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. B. LOKASI MASJID ATAU MENARA KUDUS Kudus adalah kota di Jawa Tengah bersebelahan dengan Demak, 54 Km di utara-timur Semarang. Beberapa kerajaan di Jawa pada awal abad XVI memainkan peranan penting namun tidak ada yang menandingi Demak. Demak dikelilingi kota-kota memanfaatkan kemajuan pesat perniagaan antara lain: Juwana, Pati, Rembang dan terutama Kudus. Kemungkinan besar selama masa itu kudus 29 Km di utara-timur Demak diajdikan pusat penyebaran dan pengajaran Islam oleh pemerintah Demak. Lokasi Mesjid Kudus berada pada kota lama (tentunya dulu menjadi pusat kota) di sebelah barat pusat kota Semarang, berseberangan sungai Gelis. Tata ruang masjid berbeda dengan masjid-masjid di Jawa. Tidak ada unsure alun-alun dan kabupaten atau istana. Yang ada adalah elemen keempat yaitu kauman kampong muslim mengitari di barat, utara, selatan dan timur bersebrangan jalan. Hal tersebut terbentuk mungkin karena lingkungan dimana masjid berdiri pada waktu itu bukan di pusat pemerintahan. Fungsi masjid bukan masjid Jami melainkan mesjid lingkungan. C. GAMBARAN ARSITEKTUR ATAU TATA RUANG MASJID DAN MENARA KUDUS Sebagian besar masjid sudah tidak asli, selain minaretnya. Di sini terlihat ada hubungan dengan arsitektur Hindu mungkin pengaruh majapahit. Elemen masjid terdiri dari haram, pendapa atau serambi menempel menyatu dengan unit haram. Aspek Hindu juga mirip dengan arsitektur Cina terlihat pada adanya tiga gapura. Arsitekturnya mirip dengan bagian gerbang pada candi-candi Hindhu dan Buddha (paduraksa). Berbaris dari depan dalam garis sumbu kiblat, ketiga atau terakhir di dalam haram disebut. Kemungkinan dikiri kanan gapura dahulu terdapat pagar, mengingatkan pada arsitektur Cina, seperti masjid Agung Xian. Dengan adanya gapura-gapura berbaris pada garis sumbu arah kiblat berujung mihrab, terjadi tingkatan-tingkatan nilai ruang semakin ke dalam semakin tinggi (suci) yang sebetulnya tidak ada dalam hadis maupun Al-Quran. Dengann adanya ketiga gapura berbaris, maka arah kiblat semakin kuat. Denah unit ruang sembahyang utama atau mahram segi empat, beratap tiga lapis. Keempat saka-guru terbuat dari kayu berpenampang segi delapan. Keempat saka-guru menyangga tajug bagian puncak atap berbentuk pyramidal dihias dengan mustaka. Sekeliling saka-guru masing-masing dalam posisi titik sudut dari bujur segi empat, dikelilingi lagi duabelas kolom juga berderet dan membujur dari denah segi empat. Dalan arsitektur Jawa kolom mengelilingi saka-guru disebut penanggap. Di depan atau di timur dari serambi saat ini ada lagi serambi, unsure tambahan, di dalam-depan terdapat gerbang kedua, dan sekitar 10 meter di depannya terdapat gerbang pertama atau gerbang masuk dalam kompleks. Di sisi selatan dari serambi tambahan ini terdapat menara yang bentuknya unik yang disebut menara kudus kadang lebih terkenal dari masjidnya sendiri. Bentuk menara sangat unik, seperti kul-kul arsitektur Bali. Konstruksinya dari bata merah, berdenah bujur sangkar. Tinggi dari tanah hingga lantai dari semacam gardu diatas 10 M, untuk naik dibuat tangga sebanyak 32 trap. Badan menara dibagi menjadi tiga bagian dari bentuknya semakin kecil keatas, juga dengan garis-garis molding, dimana pembagian ini juga sangat terlihat dalam arsitektur Bali dan tradisional lain, personifikasi dari kepala, badan, dan kaki. Bangunan menara mempunyai bentuk yang lain dari yang lain. Tinggi menara 18 M dan ukurannya sekitar 100 M3. Gardu di atas konstruksinya juga tajug tetapi hanya dua lapis, bagian teratas pyramidal puncaknya dihias mustaka. Bila pada kul-kul diletakkan kentungan, pada menara Kudus diletakkan bedug yang cukup besar berdiameter 88 cm panjang 140 cm. dua lapis atap ada yang menginterpretasikan symbol dari adanya dua kalimat dalam Syahadat. Tempat wudlu di sisi kiri atau selatan masjid dipercaya merupakan sebagian dari konstruksi peninggalan Sunan Kudus. Cri-ciri khusus dari menara Kudus antara lain bangunan material tanpa perekat atau semen. Tekhnik konstruksinya kayu jati dan penampang dua atap tajuk sekaligus terdapat mustaka. Di dalam kompleks mesjid terdapat 599 makam terpetak-petak dengan dinding keliling. Perkawinan antara arsitektur Hindu dengan Jawa pada mesjid ini kembali terlihat dengan adanya gerbang pada setiap akan masuk dalam petak makam (dipagar dinding) terdapat gerbang yang dalam arsitektur Bali disebut bentar. Dengan adanya gerbang berlapis-lapis tersebut timbul tata ruang yang bertingkat-tingkat yang di dalam lebih terhormat dari sebelumnya. Tingkatan-tingkatan dari derajat yang dinamakan juga ditandai dengan cungkup, termasuk salah satunya bercungkup bahkan terbesar, makam Sunan Kudus. DAFTAR PUSTAKA Sumintardja, Djauhari. 1981. Kompendium Sejarah Arsitektur. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. Yulianto, Sumalyo. 2006. Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim. Yogyakarta: Gajah Mada University press. Soekmono. 1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Kardiyat, Wiharyanto. 2006. Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI