SEJARAH WANITA

Penulisan sejarah Indonesia ketinggalan dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Kebanyakan tulisan sosiolgi atau demografi membicarakan peranan wanita dalam sektor sosial, seperti karangan Pudjiwati Sajogyo dan banyak karangan lain tentang ketenagakerjaan dan keluarga berencana. Jika sejarah adalah memori kolektif umat manusia dan memberikan pembenaran moral untuk masa kini, maka ketiadaan perempuan dalam sejarah menyesatkan sejarah,dengan membuatnya seolah-olah hanya laki-laki saja yang berperan serta di dalam kejadian-kejadian yang dipandang sebagai berjasa. Kita ingin mengejar ketinggalan di dalam negeri dari ilmu-ilmu sosial lainnya dan secara umum, kita pun ingin mengejar ketinggalan dari penelitian-penelitian sejarah di luar Indonesia. Dalam kajian sejarah di Amerika, misalnya sejarah wanita sudah menjadi spesialisasi tersendiri, disamping cabang-cabang sejarah lainnya. Namun, sejarah sebenarnya telah menganggap bahwa wanita adalah pribadi yang bisa berdiri sendiri, sebagaima dibuktikan oleh banyaknya buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh wanita. Biografi merupakan hasil terpenting dari sejarah sekalipun kenyataannya tidak juga ditulis oleh sejarahwan. Selain itu sejarah juga sudah menghasilkan buku Konggres Wanita Indonesia. Makalah ini akan mencoba untuk menjelaskan pentingnya sejarah wanita dengan tujuan supaya gambaran sejarah menjadi seimbang, masa lalu adalah masa lalu laki-laki dan perempuan bersama-sama. A. Tema-Tema Sejarah Wanita Banyak tema dapat dikerjakan sehubungan dengan penulisan sejarah wanita, yaitu: 1. Tema tentang peranan wanita dalam berbagai sektor sosial-ekonomi. Sebagaimana biasa dikerjakan oleh para ilmuwan sosial lain. Topik-topik seperti, “wanita dalam dunia usaha”, “wanita dalam perang gerilya”, “wanita dalam dunia pendidikan”, “wanita dalam kesenian”, “wanita dalam politik”, dan sebagainya. Dengan memberikan gambaran mengenai peranan wanita, sumbangan wanita dalam berbagai sektor itu akan menjadi jelas dan lengkaplah gambaran kita mengenai sejarah masing-masing sktor. Bahkan dalam sektor tertentu, wanita dapat merupakan tulang punggung sebuah sektor misalnya peranan wanita dalam dunia usaha. 2. Jika kita tidak puas dengan hanya membicarakan peranan, kita dapat menuliskannya sebagai biografi wanita yang mempunya konotasi kemandirian. Biografi wanita sudah banyak ditulis orang. Nama-nama terkenal seperti Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Pocut Meurah Intan, dan masih banyak lagi. Mereka adalah wanita yang patut diteladani. Disini ternyata bahwa wanita bukan hanya sebuah tambahan, seorang penyumbang, tetapi pribadi yang sungguh mandiri. 3. Tema tentang gerakan wanita. Dari gerakan wanita yang ada dapat dibedakan ke dalam dua kategori. Gerakan wanita yang mandiri dan gerakan wanita yang merupakan kelengkapan lembaga pria. Gerakan wanita yang mandiri misalnya Dharma wanita dan Dharma pertiwi. Gerakan wanita yang merupakan kelengkapan lembaga pria adalah Aisyiah untuk Muhammadyah, Fatayat untuk Nahdatul Ulama, Wanita Taman Siswa, dan sebagainya. 4. Tema tentang gambaran wanita. Kita dapat melihat gambaran wanita dalam prasasti, historiografi tradisional, sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra lisan. 5. Tema sejarah keluarga. Menceritakan tentang kedudukan wanita dalam keluarga. Seperti pernikahan, kekerabatan, misalnya tentang bagaimana gadis-gadis dibesarkan di kalangan istana. 6. Tema tentang budaya wanita. Munculnya sekolah-sekolah khusus wanita, pers wanita, mode pakaian, perkumpulan arisan, sport khusus wanita, semuanya dapat menjadi topik bagi budaya wanita. 7. Kelompok-kelompok wanita. Bermacam-macam kelompok sosial wanita, seperti penulis wanita, wanita profesiomal, pekerja wanita, dapat ditulis sebagai bagian dari sejarah sosial. 8. Tema ekonomi. Sektor informal, industri kecil, adalah pekerjaan wanita. Pekerjaan yang mendatangkan pemasukan bagi keluarga memang dapat diperhitungkan dalam ekonomi. B. GERAKAN WANITA Raden Ajeng Kartini, pelopor gerakan emansipasi, menyerukan agar wanita Indonesia diberi pendidikan. Sebelum tahun 1920 banyak pendiri pergerakan wanita yang bertujuan meningkatkan ketrampilan kaum wanita. Seperti Putri Mardika , perkumpulan kautamaan istri yang terdapat di berbagai tempat. Pengajar yang terkemuka adalah Raden Dewi Sartika. Sekolah kartini juga didirikan di berbagai tempat. Perkumpulan kaum ibu didirikan untuk memajukan kecakapan kaum wanita yang bersifat khusus seperti memasak, menjahit, merenda, memelihara anak-anak, dan sebagainya. Di Minangkabau berdiri perkumpulan Keutamaan Istri Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia yang berusaha memajukan sekolah bagi anak-anak perempuan. Pada tahun 1920 mulai muncul perkumpulan wanita yang bersifat kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Corak kebangsaan sudah mulai masuk dan besar pengaruhnya dalam pergerakan wanita setelah tahun 1920. Kongres Perempuan I Konggres perempuan I dihadiri oleh berbagai wakil-wakil organisasi wanita. Tujuan konggres ini adalah untuk mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan atau perikatan diantara perkumpulan wanita tersebut. Hasil konggres yang terpenting adalah pembentukan gabungan (federasi) perkumpulan wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang dipimpin oleh Ny. Sukanto. Kongres Perempuan II Konggres ini diadakan atas inisiatif PPI di Jakarta pada tanggal 20-24 Juli 1935, dengan pimpinan Ny. Sri Mangunkarsoro. Dalam konggres itu Pergerakan Wanita Indonesia mendapat perhatian dari Pergerakan Wanita Internasioanal yaitu dari perempuan seluruh dunia. Setiap wanita Indonesia harus mempunyai kesadaran nasional yang mendalam, dan yakin akan panggilan nasionalnya serta ikut membantu terbentuknya suatu bangsa baru. Kongres Perempuan III Kongres ini diadakan pada tanggal 23-28 Juli di Bandung dengan pimpinan Ny. Emma Puradireja. Kongeas ini memutuskan tanggal 22 Desember menjadi Hari Ibu, dengan menyatakan bahwa peringatan Hari Ibu tiap tahun diharapkan akan menambah kesadaran kaum wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai Ibu Bangsa. REFRENSI Wieringa, Saskia Eleonora. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya dan Kalyanamitra. Kuntowijoyo. 2008. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI