Konflik Politik Menjelang Imperialisme Jepang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 8 November 1867 Shogun trakhir meletakkan jabatan dan menyerahkan kekeuasaan kepada kaisar. Kaisar yang baru adalah Mutsuhito yang berumur 14 tahun. Secara resmi Mutsuhito memegang pemerintahan dari tanggal 25 Januari 1868 sampai dengan tanggal 30 Juli 1912. Pemulihan kekuasaan ke tangan Kaisar meiji inilah yang kemudian dikenal dengan Meiji Restorasi. Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari Restorasi Meiji. Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara industri yang kuat. Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara imperialis. Kisah bermula ketika Jepang terjadi Restorasi Meiji, di mana Jepang membuka diri dari politik Isolasi terhadap dunia luar pada masa Tenno (Kaisar) Matshuhito. Kaisar memerintahkan pembaharuan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Dampaknya adalah perekonomian Jepang maju sangat pesat . Tetapi perlu diketahui, Jepang sangat membutuhkan bahan mentah untuk industrinya sedangkan di negaranya sangat miskin akan bahan mentah. Okuma mendirikan Partai Progresif dan itagaki mendirikan Partai Liberal. Kedua Partai ini dan Partai yang ketiga yang lebih kecil lagi, memperlihatkan keadaan yang baik dalam pemilihan yang untuk pertama kalinya diadakan itu. Kurang lebih lima ratus ribu orang penduduk di antara empat puluh juta orang penduduk yang ikut memberi suara dalam pemilihan. Tetapi para oligarch tetap menguasai Pemerintahan. Okuma dan Itagaki menggabungkan kekuatan dalam bulan 1898, untuk membentuk kabinet, tetapi bubar dalam Nopember. Para pemimpin Periode Taisho, secara sadar atau tidak sadar telah mengarahkan negerinya kepada kemelut dalam negeri dan menunjukkan sikap-sikap yang keras dalam kebijakan luar negerinya. Hal itu sangat berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh para pemimpin Periode Meiji yang memberikan tekanan kebijakannya pada kemajuan dan kepentingan rakyatnya. Maka kembali lagi Jepang ditentukan nasibnya oleh kaum militer yang mendapat dukungan yang kuat dari kaum ultranasionalis yang amat fanatik. Ada beberapa orang tokoh yang penting yang yang berusaha menghentikan pertumbuhan pengaruh kaum militer, tetapi usahanya gagal. Walaupun kaum ultranasionalis dalam kalangan tinggi militer tidak dapat menerima perkosaan-perkosaan dengan pembenuhan yang mengerikan itu, namu mereka tetap bersimpati terhadap alasan dan tujuan-tujuannya. Tujuh belas pembunuh dikenakan hukuman mati. Tetapi bagaimanapun kaum militaris telah mencapai kemenangan. Kaum moderat yang sudah ketakutan, mengusahakan agar pimpinan militer dan para perwira senior mengambil langkah-langkah penguasan dan penertiban atas junior mereka dengan lebih baik. Alasan saya memilih judul Konflik Politik Sebelum Imperialisme Jepang adalah karena Jepang merupakan negara yang hebat yang walaupun wiyanhnya sangat kecil. Tetapi dalam kekuatan militer dan kemajuan dalam berbahagai hal sangat maju sehingga saya tertarik dalam membuat makalah mengenai Jepang yang konflik politik sebelum imperialisme Jepang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang di kaji adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi politik pada periode Meiji? 2. Bagaimana kondisi politik pada periode Taisho? 3. Bagaimana kondisi politik pada periode Showa? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang berada di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui politik pada periode Meiji. 2. Mengetahui politik pada periode Taisho. 3. Mengetahui politik periode Showa. BAB II PEMBAHASAN A. Periode Meiji Para Pemimpin Pemerintah Meiji pada tahun 1880 telah mengkosolidasi posisinya; kemajuan dalam lapangan Ekonomi dan pendidikan sedang melaju, dan permulaan hasil dalam pembangunan Angkatan Perang, sudah mulai nampak. Secara perlahan-lahan mereka memalingkan perhatian ke sektor-sektor pembangunan yang ditangguhkan, khususnya bidang Politik, hukum dan reformasi keuangan. Tokoh-tokoh Meiji meminta negarawan-negarawan di Eropa dan Amerika Serikat untuk memberikan nasehat-nasehat dalam sistem politik. Tetapi pada Akhirnya juga menggunakan pemikiran dan naluri politik mereka sendiri dalam menentukan keputusan terakhir untuk dijalankan. Hasil-hasil itu berupa tata kehidupan politik yang pada umumnya berisi pemikiran asli Jepang, tetapi dalam bentuk sistem Barat. Para oligarch mulai menyusun pemikiran-pemikiran mereka, dalam tahun 1878, untuk dijadikan Konstitusi berdasarkan tata kehidupan politik baru. Pada saat kunjungan Amerika Ulysses S. Grant para pemimpin Jepang meminta nasehatnya mengenai Lembaga-lembaga Perwakilan. Karena Jepang belum mempunyai pengalaman dalam pemilihan dan parlemen, maka Grant menyarankan cara pendekatan yang bertingkat-tingkat. Pada tahun 1881, Ito Hirobumi, diserahi tanggung jawab untuk menulis dan menyusun Konstitusi dan rancangannya secara rahasia,sampai pengumumannya oleh Kaisar tanpa keikut sertaan orang banyak. Ide-ide yang tertuang dalam konstitusi berasal dari catatan yang disampaikan oleh para pemimpin tertinggi kekuasaan. Dengan bahan-bahan itu, Ito mengembangkan pikirannya dan menetapkan dasar-dasar umum. Segala kekuasaan dan kewenangan berada pada Kaisar dan dijalankan oleh para pembantunya yang terdekat, konstitusi memperkenankan adanya Parlemen, tetapi tugasnya melayani Kaisar, tidak untuk merintangi kekuasaan para penasehat Kaisar, para Menteri dan Birokrasi Kerajaan. Militer tidak bertanggung jawab kepada para pejabat Sipil Pemerintahan, tetapi langsung bertanggung jawab kepada Kaisar. Kewajiban-kewajiban penduduk lebih ditekankan dari pada hak-haknya. Dalam musim semi dan panas tahun 1888, sebuah Dewan Penasehat baru dibentuk, dipimpin oleh Ito Hirobumi yang beranggotakan Oligarch puncak, memperdebatkan naskah rancangan Konstitusi itu, dengan sedikit perubahan saja. Kaisar mengumumkan berlakunya Konstitusi ini pada bulan Pebruari, tanggal 11, tahun 1889. Keadaan Umum yang menandai bahagian pertengahan kedua Periode Meiji yang bermula dengan tahun 1889, sesudah diumumkannya Konstitusi, ada tiga hal utama; 1. Dari dalam, para pemimpin Partai Politik mendorong oligarchi agar mengikuti sertakan mereka dalam kekuasaan. Ini adalah langkah pertama “usaha” perluasan kelompok penguasa, yang memberi benih kehidupan Pemerintahan yang dikendalikan oleh golongan yang lebih luas. 2. Bersamaan dengan itu, bertumbuh juga apa yang disebut Zaibatsu, yaitu para pengusaha besar, bersama-sama mereka yang menguasai ekonomi. Mereka kuatir terjadi kerjasama antara oligarchi dengan kaum politisi, maka mereka yang menguasai kehidupan ekonomi itu, mengambil langkah pertama untuk juga ikut serta dalam kekuasaan pemerintah. 3. Peningkatan status Jepang ke status internasional kelas satu, dan membawa Jepang memasuki lingkungan kekuatan-kekuatan Dunia-utama. Tokoh-tokoh seperti Okuma Shigenobu dari Hizen dan Itagaki Taisuike dari Tosa. Menurut pandangan Pemimpin Pemerintahan Meiji, mereka itu “orang luar”, sedangkan “orang dalam” ialah tokoh-tokoh yang berasal dari satsuma dan Choshu. Okuma dan Itagaki mengorganisasi Partai Politik, sebagai pangkalan kekuatan untuk memasuki gelanggang pemerintahan, atau sekurang-kurangnya ikut serta dalam penyelenggaraan kekuasaan. Partai-partai politik itu, bukanlah Partai Massa seperti dalam pengertian Barat yang dibentuk dengan Ideologi umum dan keyakinan politik; mengumpulkan dukungan yang luas dari masyarakat dan menawarkan partisipasi Rakyat. Partai politik Jepang periode Meiji ini, kecil saja, terdiri atas perikatan sekelompok orang-orang elite, didirikan bersama-sama dan dipimpin oleh pendiri-pendiri; dengan perhatian umum mempersatukan kekuatan, tidak berdasar sesuatu prinsip atau ideologi. Okuma mendirikan Partai Progresif dan itagaki mendirikan Partai Liberal. Kedua Partai ini dan Partai yang ketiga yang lebih kecil lagi, memperlihatkan keadaan yang baik dalam pemilihan yang untuk pertama kalinya diadakan itu. Kurang lebih lima ratus ribu orang penduduk di antara empat puluh juta orang penduduk yang ikut memberi suara dalam pemilihan. Tetapi para oligarch tetap menguasai Pemerintahan. Okuma dan Itagaki menggabungkan kekuatan dalam bulan 1898, untuk membentuk kabinet, tetapi bubar dalam Nopember. Partai-partai Politik walaupun belum sepenuhnya dapat mengambil bahagian yang mutlak dalam kekuasaan, namun mereka telah mengambil langkah-langkah permulaan untuk mengakhiri kekuasaan yang hanya dijalankan oleh sekelompok Elite dari golongan tertentu saja. Jepang menempati kedudukan Internasional kelas utama, diantara kekuatan-kekuatan utama dunia, justru dalam periode usha untuk membebaskan diri dari perjanjian-perjanjian yang tidak seimbang, dan bantuan peperangan. Hal yang dipelajari Jepang dari dunia Barat adalah teknologi, agresi milter dan imperialisme. Jepang mengalami juga peperangan dalam negeri, tetapi pertempuran-pertempuran dalam peperangan itu terbatas pada lingkup kecil kalangan prajurit profesional yaitu kaum samurai. Ekspansi Milter Jepang, dimulai dalam tahun 1895, dipusatkan ke korea, mengalahkan dinasti Cina yang lemah dan menghapuskan Pengaruh Cina dari Korea. Hal ini mendapat perhatian dunia Barat. Orang Rusia pada khususnya mereka kuatir oleh hasil-hasil yang dicapai Jepang dengan tuntutan-tuntutanya yang mendapat dukungan dari Jerman dan Perancis. Menjelang tahun-tahun terakhir meiji, Kaisar Mutshuhito, lambat laun mengurangi peranan-peranannya dalam urusan negara. Kebanyakan kegiatannya dialihkan kepada peranan-peranan simbolik, sebagai Bapak dari keluarga Nasional. Periode Miji terakhir dengan mangkatnya Kaisar Mutsuhito pada tanggal 30 Juli 1912. B. Periode Taisho Setelah Kaisar Mutsuhito wafat, maka putera Mahkota Yoshihito mengantikan ayahnya menjadi Kaisar Jepang. Sejak itu muncul tanda-tanda tidak menguntungkan bagi bagi Kaisar Baru dan Rakyat Jepang pada umumnya dalam periode ini. Kaisar Yoshihito, kurang berbahagia. Secara mental Baginda kurang kemampuan untuk memikul lambang bangsanya yang sedang menepati posisi yang tinggi dalam pergaulan dunia. Selama periode kekaisarannya, nampak dengan jelas sekali perbedaan-perbedaannya dengan vitalitas periode Meiji. Para pemimpin Periode Taisho, secara sadar atau tidak sadar telah mengarahkan negerinya kepada kemelut dalam negeri dan menunjukkan sikap-sikap yang keras dalam kebijakan luar negerinya. Hal itu sangat berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh para pemimpin Periode Meiji yang memberikan tekanan kebijakannya pada kemajuan dan kepentingan rakyatnya. Pengaruh Barat berkelanjutan, terutama dalam lapangan teknologi, tetapi pemilihan atau seleksi atas apa yang diperlukannya secara teratur tidak lagi dilakukan. Para Pemimpin periode Taisho, bukanlah tokoh-tokoh yang setara dengan toko-tokoh Meiji. Dalam Periode Taisho ini kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam negeri sangatlah keras dan datang bertubi-tubi. Dalam tahun1918 harga barang-barang keperluan hidup sehari-hari penduduk menanjak. Kelompok penduduk bawah amat menderita dengan kenaikan harga beras. Sektor-sektor ekonomi tradisional seperti pertanian yang menjadi sokoguru kehidupan ekonomi masa lampau, lamabat laun mengalami kemerosotan. Peryama, karena kekurangan tanah gaeapan, disamping kekurangan tanah garapan, disamping kelajuan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk. Maka dengan luas tanah yang terbatas dan hasil produksi yang tidak dapat memebuhi kebutuhan, harga makanan pun menanjuak. Anggaran Belanja bagi militer, semakin bertambahlah besar pula porsinya Sepuluh persen dari pendapatan Negara disediakan bagi angkatan peperangan itu. Hal ini terjadi karena tak dapat ancaman-ancaman luar negeri. Soalnya, terdapat perkiraan umum bahwa Jepang lebih miskindari pada negeri-negeri Eropa. Karena itu harus diimbangi dengan peningkatan kekuatan militer. Maka Jepang pun menjadi negara yang memiliki kekuatan angkatan Perang yang besar, dengan kosekuensi anggaran belanja yang lebih Besar. Tetapi dalam menghadapi perkembangan yang amat- tiba-tiba itu, pemerintahan Jepang tidak mensiapkan kebijakan keungangan yang mantab, sehingga menimbulkan inflasi. Dengan berakhirnya Perang Dunia Pertama, eksport Jepang pun menurun dengan amat cepat dan tajam, dalam arti terjadi kemerosotan perdagangan. Kaum Kapitalisbertambah besar pengaruhnya dalam bidang politik. Menghadapi inflasi yang laju itu Jepang mengalami periode penderitaan, satu kejatuhan dalam harga barang-barang komoditi. Agar dapat bertahan lebih lanjut, maka industri-industri modern harus menjalankan rasionalisasi yang ketat, yang berarti peningkatan produktivitas dengan menggunakan teknik-teknik modern, dengan peneneman modal yang lebih besar. Proses rasionalisasi ini, tidak terdapat dalam sektor ekonomi tradisional. Hasilnya ialah ketika produktivitas dan penanaman modal bertumbuh dalam industri modern, melalui rasionalisasi ini, maka produktivitas dan upah dalam sektor tradisional dibiarkan dalam keadaannya yang rendah dan stgnan, maka terjadilah jurang pemisah antara sektor modern dengan tradisional dalam ekonomi Jepang. Terjadilah perbedaan yang mencolok antara para pekerja industri modern dan para petani pedalaman. Mereka terpaksa menerima standar hidup yang lebih rendah, menjadi cemburu dan irihati dan memusuhi mereka yang mampu mencapai kesempatan hidup mewah dalam cara modern. Kebanyakan penduduk, terutama tani merasa bingung dalam nilai-nilai kemasyarakatan, menimbulkan keadaan-keadaan yang membawa rakyat Jepang kembali kepada ideologi yang ektrims dan keras. Disamping itu juga Jepang pada 1920 an tidak ada pemimpin kuat yang mendorong pemerintah untuk berusaha mengutamakan langsung mengatasi masalah kemelut dalam negeri daripada memilih metode yang sudah dengan mengarahkan mata penduduk kepada peristiwa-peristiwa luar negeri, sebagai alasan untuk bersabar dengan kenyataan pahit yang terjadi. Maka kembali lagi Jepang ditentukan nasibnya oleh kaum militer yang mendapat dukungan yang kuat dari kaum ultranasionalis yang amat fanatik. Ada beberapa orang tokoh yang penting yang yang berusaha menghentikan pertumbuhan pengaruh kaum militer, tetapi usahanya gagal. Saionji seorang moderat yang berbudi menentang penindasan yang terjadi dalam negeri dan mengeritik keras petualang-petualang di luar negeri. Tetapi sayangnya dia tidak memilik kualitas dan kelincahan seperti yang dimiliki oleh Ito. Generasi baru dalam politik profesional, tersebut orang-orang seperti Hara kei, Kato Komei dan HamaGuchi Osachi. Hara seorang Perdana Menteri Jepang yang tidak berasal dari keturunan Bangsawan, Samurai, atau Perwira Militer. Kato Komei menjadi ketua Konstitusi dan Perdana Menteri dalam tahun 1924. Dia memotong angaran-angaran belanja sektor militer dan mengusahakan politik perdamain terhadap Rusia dan Cina, karena memikirkan untuk melihat Cina di bawah pengaruh Jepang. Pada hakekatnya, golongan terbesar yang menentang kaum politisi ini, berasal dari rakyat kalangan bawah. Mereka adalah orang-orang muda yang besar sekali jumlahnya dari daerah-daerah pedesaan yang merasakan tekanan-tekanan dan penderitaan, karena perkembangan politik, ekonomi dan sosial yanbg mereka lihat dan rasakan sebagai bersumber dari proses industrialisasi Jepang. Kalangan muda menuduh semua politisi korub dan memburu kepentingan sendiri. Kaum muda mencelah setiap pemikiran demokrasi. Mereka yakin, ide-ide Barat dan lembaga-lembaganya, mendatangkan demoralisasi Jepang, khususnya membuat degenerasi terhadap lembaga luhur ke Kaisaran Jepang. Mereka amat mencela dibinasakannya cara-cara terutama tradisi Jepang yang tak ada taranya. Banyak dari kalangan muda menjdi pengikut ultranasionalis yang dengan mudah diajak menyokong gerakan ekspansi militer dan memperjuangkan konsep “Jepang harus mengusir Barat dari Asia dan menggantikan Kolonalisme Barat, dengan Imperialisme Jepang.” C. Periode Showa Dalam tahun 1926, Kaisar Yoshihito mangkat, dengan gelar anumerta Kaisar Taisho (Keadilan Agung). Ketika Kaisar Hirohito telah memangku mahkota Kekaisaran, kaum ultranasionalis dan militer, sudah bergerak ke arah mengendalikan pemerintahan. Kaisar Hirohito menyebut era pemerintahannya Showa, yang berarti “Cahaya atau Sinar perdamaian”, untuk menimbulkan kesan tentang akan datangny satu era baru yang penuh kedamaian. Maka dalam waktu singkat saja Kaisar Hirohito telah dijadikan pion serimonial kaum Militer yang sudah diwarnai oleh kehendak ke arah melaksanakan sistem Militarisme dalam kekuasaan. Tokoh-tokoh kaum politisi yang berlanjut dalam periode Showa dari periode lalu, yang tetap mencoba mengusahakan menahan arus yang kuat dalam kaum militer yang sudah terikat dalam sistem Militarisme itu, dapat disebut antara lain Hamaguchi Osachi yang dikenal sebagai “singa”. Ia seorang penjahat sipil yang menanjak melalui birokrasi dan akhirnya dapat mencapai kedudukan Perdana Menteri yang didukung oleh Mejelis Perwakilan dapat menjalankan Pemerintahan dengan stabil. Dia bekerja keras memperbaiki jalan pemeritahan dengan stabil dan mendapatkan dukungan dari Mitshubishi. Tetapi kegiatan-kegiatan keras keras kaum Ultranasionalisme dan perwira-perwira Muda Angkatan Darat tak bertahan-tahan lagi keganasannya. Gelombang yang paling keras terjadilah dengan usaha pembunuhan Perdana Menteri Hamaguchi dalam tahun 1930. Penembaknya berkata bahwa kegiatan-kegiatan itu dilakukan atas nama Kaisar, untuk mempertahankan esensi Jepang yang tak ada taranya. Hamaguchi ditembak di tempat di mana Perdana Menteri Hara terbunuh dalam tahun 1921, kurang lebih sembilan tahun berselang. Perdana Menteri Hamaguchi baru meninggal dunia setahun kemudian setelah penembakannya. Menteri Keungan Inouye junnosuke, terbunuh dalam bulan pebruari 1932, karena menentang perbelanjaan ngkatan Perang yang terlalu besar.Pengaruh partai politi terus-menerus berkurang. Setelah peristiwa Luqouqiao menyebabkan pecahnya perang dengan Cina, partai-partai dipaksa menyatu atas satu tujuan, yaitu bekerja sama dalam usaha memenangkan perang. Walaupun kaum ultranasionalis dalam kalangan tinggi militer tidak dapat menerima perkosaan-perkosaan dengan pembenuhan yang mengerikan itu, namu mereka tetap bersimpati terhadap alasan dan tujuan-tujuannya. Tujuh belas pembunuh dikenakan hukuman mati. Tetapi bagaimanapun kaum militaris telah mencapai kemenangan. Kaum moderat yang sudah ketakutan, mengusahakan agar pimpinan militer dan para perwira senior mengambil langkah-langkah penguasan dan penertiban atas junior mereka dengan lebih baik. Jalan kehidupan dan ide-ide militerisme, tercermin dalam pribadi-pribadi, seperti Tanaka Giichi, Araki Sadao dan Tojo Hideki. Mereka inilah yang membawa Jepang ke seberang Jalanan yang berbahaya. Orang Jepang menempatkan dirinya sebagai “Pembebas Asia” dari dunia Barat. Okawa seorang organisator salah satu kaum ultranasionalis menulis antara lain bahwa kata-kata “Perjuangan Timur-Barat”, tidaklah berarti suatu konsep yang menghendaki “persamaan” atau “Serikat Asia” untuk menghadapi “Serikat Eropa”. Kata-kata itu berarti sesungguhnya, satu bangsa di Asia hendaknya bertindak sebagai “Juara Asia” dan fihak lain yang bertindak sebagai “Juara Eropa”, dan itulah harus pemimpin perjuangan untuk melaksanakan ketertiban “dunia baru”. “Adalah menjadi kepercayaan saya”, demikian katanya, bahwa “langit” sudah menetapkan Jepang sebagai “Juara Asia”. Perasaan dihantui oleh perlakuan “perbedaan rasial”, amat mendalam dirasakan oleh orang Jepang. Perasaan itu berasal dari Gentelment’s Agreement, yang melarang imigrasi orang Jepang ke Amerika Serikat dalam tahun 1907. Kebijakan ekslusif orang Australia “putih”, dirasakan orang Jepang sebagai keramahan yang memandang rendah, seperti sebutan “Saudara coklat yang kecil”, dipandang oleh orang Jepang mengandung makna “perbedaan rasial”, yang tertulis dalam salah satu Marga Liga Bangsa-Bangsa, dan dalam hukum ekslusif Amerika tahun 1924. Dalam Perang Asia Timur Raya yang berlangsung tiga setengah tahun lamanya itu, dibawah kekuasaan kaum Militer, kelompok Jenderal Tojo Hideki, amat sedikit pengetahuannya tentang dunia Barat, terutama Amerika. Bebeapa orang Jepang yang mengetahui Dunia Barat, menentang jalan yang ditempuh Tojo. Sebagian mereka tidak menyetuui pengusiran orng-orang Barat dari Asia dan memberikan kepada Jepang kedudukan untuk menggantikan orang-orang Barat itu. Tetapi sebagian yang lain tidak dapat bertahan lama dengan pendirian itu. Kaum politisi Moderat, pada umumnya tidak menyetujui peperangan itu, karena berarti menempatkan kaum miltaris dalam galanggang kekuasaan itu. Sebagaimana mereka lainnya, menentang karena alasan ideologis. Di dalam kalangan militer sendiri, terdapat oposisi terhadap alasan peperangan yang ditempuh oleh Tojo. BAB III PENUTUP Kesimpulan Kisah bermula ketika Jepang terjadi Restorasi Meiji, di mana Jepang membuka diri dari politik Isolasi terhadap dunia luar pada masa Tenno (Kaisar) Matshuhito. Kaisar memerintahkan pembaharuan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Dampaknya adalah perekonomian Jepang maju sangat pesat. Tetapi perlu diketahui, Jepang sangat membutuhkan bahan mentah untuk industrinya sedangkan di negaranya sangat miskin akan bahan mentah. Oleh sebab itu , Jepang mencari bahan-bahan mentah ke negara lain. Tetapi kenyataannya berkata lain. Saat itu banyak negara-negara penghasil bahan mentah dikuasai oleh negara-negara Imperialis, seperti Cina yang dikuasai Inggris, Perancis dan Portugis. Terpaksa Jepang harus melawan negara-negara Imperialis untuk mendapatkan bahan-bahan mentah. Jepang mengalami juga peperangan dalam negeri, tetapi pertempuran-pertempuran dalam peperangan itu terbatas pada lingkup kecil kalangan prajurit profesional yaitu kaum samurai. Para Pemimpin periode Taisho, bukanlah tokoh-tokoh yang setara dengan toko-tokoh Meiji. Dalam Periode Taisho ini kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam negeri sangatlah keras dan datang bertubi-tubi. Dalam tahun1918 harga barang-barang keperluan hidup sehari-hari penduduk menanjak. Kelompok penduduk bawah amat menderita dengan kenaikan harga beras. Sektor-sektor ekonomi tradisional seperti pertanian yang menjadi sokoguru kehidupan ekonomi masa lampau, lamabat laun mengalami kemerosotan. Jepang ditentukan nasibnya oleh kaum militer yang mendapat dukungan yang kuat dari kaum ultranasionalis yang amat fanatik. Ada beberapa orang tokoh yang penting yang yang berusaha menghentikan pertumbuhan pengaruh kaum militer, tetapi usahanya gagal. Walaupun kaum ultranasionalis dalam kalangan tinggi militer tidak dapat menerima perkosaan-perkosaan dengan pembenuhan yang mengerikan itu, namu mereka tetap bersimpati terhadap alasan dan tujuan-tujuannya. Tujuh belas pembunuh dikenakan hukuman mati. Tetapi bagaimanapun kaum militaris telah mencapai kemenangan. Langkah pertama adalah Jepang menyerang Manchuria yang pada saat itu Rusia berkeinginan menguasai daerah tersebut. Pecah perang pada tahun 1905 yang akhirnya dimenangkan oleh Jepang. Perasaan dihantui oleh perlakuan “perbedaan rasial”, amat mendalam dirasakan oleh orang Jepang. Perasaan itu berasal dari Gentelment’s Agreement, yang melarang imigrasi orang Jepang ke Amerika Serikat dalam tahun 1907. Kemenangan terhadap Rusia membuat semangat Jepang untuk mengalahkan negara-negara lain semakin menggebu, apalagi perintah Kaisar bahwa Jepang harus membentuk Kekaisaran Asia Timur Raya dibawah kekuasaan Jepang. DAPTAR PUSTAKA Leo Agung S.2007.Sejarah Asia Timur 1.Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press. Leo Agung S.2006.Sejarah Asia Timur 2.Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press. Mattulada, 1979. , Pedang dan Sempoa. Kyoto: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wakaba, Royal.1989.Jepang Dewasa Ini. Japan : International Sosiety For Educational.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI