TEORI DAN METODOLOGI

Masalah teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah mulai diketengahkan apabila penulisan sejarah tidak semata-mata bertujuan menceritakan kejadian tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, konteks sosial-kulturalnya. Perhatian yang terbatas pada soal-soal khusus atau unik dalam sejarah menegaskan sifat idiografis pada sejarah. tujuan penggambaran sejarah ialah memberikan makna, sedang penjelasan tentang sebab-sebab dalam sejarah naratif dilakukan secara implisit di dalam deskripsinya. Dengan demikian, tidak terasa akan adanya kebutuhan teori. Hal itu baru dirasakan apabila secara eksplisit hendak dilakukan analisis terhadap pelbagai unsure dan faktor penyebab yang melatarbelakangi gejala sejarah. Dengan demikian, cara penggarapan sejarah sudah mengundang penggunakan metode, metodologi, dan teori. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN Pendekatan (Approach) Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah dapat disebut masalah pendekatan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan. Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang dipakai. Pendekatan sosiologi misalnya meneropong segi-segi sosial. Pendekatan antropologis mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku sejarah, status dan gaya hidup. Pendekatan politikologis menyoroti strruktur kekuasaan, jenis kepemimpinan. Dalam menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap penggambaran atau deskripsi menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan. Suatu seleksi akan dipermudah dengan adanya konsep-konsep yang berfungsi sebagai kriteria. Sejarah bersifat empiris, maka sangat primer pentingnya untuk berpangkal pada fakta-fakta yang tersaring dari sumber sejarah, sedang teori dan konsep hanya merupakan alat-alat untuk mempermudah analaisis dan sintesis sejarah. apabila filsafat disini diartikan berpikir berpikir tentang pikiran kita maka setiap metodologi adalah filsafat karena dalam menerapkan metodologi, kita terus menerus mengecek semua langkah dalam pekerjaan dan pemikiran kita. 1. Pendekatan Sistem dan Perspektif Historis. Pendekatan sistem memusatkan perhatian pada kesatuan yang mencakup unsur-unsur serta hubungan pengaruh-mempengaruhi. Ditangkapnya proses interaksi antara unsure terjadi suatu waktu dan dalam situasi tertentu. Dapat dikatan bahwa disini ada pengambilan situasi menurut momentum tertentu. Maka dengan sendirinya orang mengabaikan kenyataan bahwa situasi dewasa ini atau pada saat dikaji itu tidak lain merupakan hasil perkembangannya di masa lampau. Pelacakan bagaimana terjadinya atau jalannya perkembangan di masa lampau dilakukan dengan pendekatan diakronisnya atau mirip dengan “penampang bujur” pada suatu pohon. Dengan demikian akan tampak bahwa situasi sekarang adalah hasil atau produk dari pertumbuhan atau perkembangan sejarah. Definisi sejarah Sejak umat manusia mempunyai kemampuan berbahasa banyak karangan-karangan tentang pengalamannya dituangkan dalam bahasa untuk dapat diketahui pihak lain dan khususnya generasi muda. Tradisi lisan adalah media utama untuk meneruskan pengalaman individu dan kolektif. Baru setelah peradaban suatu bangsa mengenai tulisan, tradisi tersebut dapat dibakukan. Tradisi, lembaga-lembaga tradisional, dan sejarah berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan pengalaman kolektif dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dengan demikian, melaksanakan proses pembudayaan, sosialisasi, atau pendidikan secara kontinu. Dari penjelasan diatas maka sejarah dapat didefinisikan sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. 2. Pendekatan Multidimensional Pendekatan multidimensional yaitu dengan menggunakan konsep-konsep dari disiplin sendiri. Pendekatan sosiologis, umpamanya melihat suatu gejala dari aspek-aspek sosial yang semuanya mencakup dimensi sosial kelakuan manusia.dengan bantuan konsep-konsep sosiologi lebih mudah melakukan penyaringan sicifact mana yang perlu diekstrapolasikan. Dengan demikian, secara menyeluruh dimensi sosial gejala sejarah terungkapkan. 3. Pendekatan Ilmu Sosial a. Ilmu-ilmu Sosial Dipandang dari titik pendirian sejarah konvensional perubahan metodologi tersebut sangat revolusioner. Dengan metodologi baru itu ilmu sejarah tergeser kea rah ilmu sosial dan dengan sendirinya ke arah ilmu alam. ini tidak berarti bahwa ilmu sejarah terus mencoba menyusun hukum-hukum atau dalil-dalil sejarah. Posisi sejarah yang dibuat kaum neo-Kantian adalah bahwa dalam sistem besar terdapat 4 komponen, ialah kultur, biologi, ekologi, dan Personality (pribadi) yang dengan fungsinya bersama-bersama mendukung fungsi umum. Disini diperlukan pendekatan interdisipliner untuk menganalisis terjalinnya fungsi berbagai komponen itu. Dalam system kecil terdapat 3 unsur ialah economy, society, dan polity, sedang sistem itu sendiri merangkum kultur sebagai sistem ketiga komponen itu pada hakikatnya sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Disini terdapat keuntungan pendekatan ilmu sosial, ialah menyoroti multiperspektivitas atau multidimensionalitas. Seballiknya bentuk naratif hanya mampu memberi gambaran datar sehingga mudah terjebak dalam determinisme. b. Sejarah Struktural Pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus perhatian sejarawan dengan pendekatan ilmu sosial dapatlah digarap aspek strukturalnya. Selanjutnya dipahami bahwa banyak aspek prosesual yang hanya dapat dimengerti apabila dikaitkan dengan aspek strukturalnya, bahkan dapat dikatakan pula bahwa proses hanya dapat berjalan dalam kerangka struktural. Perlu ditambahkan disini bahwa bagaimanapun menariknya sejarah structural, tetapi sejarah bukan sejarah apabila tidak memuat cerita tentang bagaiman terjadinya. Maka campuran antara prosesual dan structural adalah yang paling memadai. c. Perbedaan antara Ilmu Eksakta (alam) dan Ilmu Kemanusiaan (Humaniora) Pada akhir abad ke-19di Jerman timbul reaksi dari golongan yang terkenal sebagai akum neo-Kantianis yang dipelopori oleh oleh Rickert, Windelband, dan Dilthey. Mereka berpendapat bahwa dalam ilmu ada dikhotomi, yaitu ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Kalau dalam ilmu alam ada penemuan dan perumusan dalil atau hukum sehingga dengan alat Bantu itu dapat dibuat proyeksi ke masa depan, maka dalam ilmu kemanusiaan tujuan utamanya ialah membuat gambaran kejadian-kejadian dalam keunikan secara rinci. Oleh karena perbedaan tugas itu maka ilmu alam mampu membuat generalisasi, sedang ilmu kemanusiaan justru memperthatikan yang khusus. Kedudukan ilmu sosial mengambil tempat di tengahnya. Ternyata pengkajian tentang tindakan dan kelakuan manusia menunjukkan perhatian kepada keteraturan atau keajekan. Jelaslah bahwa ilmu sosial lebih dekat pada ilmu alam daripada ilmu kemanusiaan. Rapproachemen (proses saling mendekati)antara ilmu sosial dan sejarah terutama terwujud pada perubahan metodologi. Pembaharuan metodologi tahap pertama terjadi karena pengaruh ilmu diplomatic sejak Mabillon, sedangkan yang tahap kedua terjadi karena pengaruh ilmu sosial. Implikasi besar dari perkembangan itu ialah bahwa setiap penelitian memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap data. Disini menjadi jelas bahwa pengkajian sejarah memerlukan teori dan metodologi. Refrensi Kuntowijoyo. 1993. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Kartodirjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme

HISTORIOAGRAFI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

PERANAN SYEH JANGKUNG DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI DAERAH PATI